Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Hi Desember...

Aku menatap nanar musuhku, suaraku penuh tenaga dan menggelegar, memukul-mukul udara gemetar. Gumpalan amarahku tumpah. Penderitaan dan rasa terhina tak bisa lagi ditakar. Jalan satu-satunya adalah melawan. “ Adalah aku...” Sontak wajahku berubah kelam dan berlipat. Garis-garis wajahku menajam menjadi pahit yang digenangi sungkawa. Tiba-tiba suasana menjadi hening, mendadak semua menjadi cair, menguap diudara. Aku menggigil, tulangku linu dan rasa sakit berkelindan menjadi satu. Aku masih saja tertatih-tatih mengemasi kecemasanku, sebelum lembayung senja menyergapnya. “Aku ingin hentikan waktu, akan kucegat, tapi sepertinya sia-sia...” Suaraku menembak udara. Lagi-lagi aku benar-benar terkulai balai. Garis-garis sinar matahari menerobos lubang angin rumah dan menjelma menjadi tombak tajam yang siap merajam tubuhku. Aku menggeliat, lalu kecemasan kembali menyergap. Kenangan pahit telah jebol dan berkeping-keping seiring rajaman waktu menajam. Aku bangk...

Ketika Kamu

“ hidup adalah perihal menunda kekalahan” begitu yang selalu kamu katakan kepadaku, kamu bilang itu dari penyair yang belakangan dianggap antek-antek CIA. Tapi kamu masih tak pernah lelah menyelesaikan karya GM, Catatan Pinggir. Dan kekalahan itu adalah kematian, bagiku ada yang lebih menakutkan sebelum kematian. Yaitu menghadapi rasa takut dan menyikapi kehilangan. Kita tidak pernah sepakat untuk hal itu. Aku takut kehilanganmu itu kenyataannya. Kamu sepakat dengan dirimu sendiri bahwa hidup itu seperti roda gerobak batagor yang berputar. Tapi aku selalu percaya bahwa hidup itu seperti kita sedang membaca buku yang sangat tebal. Sebal, marah, benci, senang, cemburu, dendam, jatuh cinta dan hal-hal melankolis lainnya yang hanya terdapat dapat sebaris kalimat brilian brengseknya. Dalam banyak hal, membaca buku mengajarkan kita untuk menyikapi hal-hal yang belum tentu terjadi. Seperti halnya kematian. Tapi kamu tahu, aku selalu sebal dan tak tertarik sama sekali pa...

Ketika Rindu

Aku benci dihadapkan dengan situasi dan kondisi batin seperti ini. Menyimpan amarah dan perasaan, linglung apa yang harus dilakukan. Karena lari dan memalingkan muka dari apa yang sedang kita hadapi adalah sebuah pengkhianatan besar. Ini yang aku yakini. Kamu merupa hal-hal yang mengerti diriku. Segala yang terasa dekat denganku. Yang menyerupai sebuah keindahan yang tiada tara. Namun, aku adalah manusia-manusia yang lelah karena saban hari mengahbiskan waktu hanya untuk makan nasi telur di warung dan minum kopi tanpa memperhatikan kesehatan. Begitu selalu celotehmu, tak pernah suka aku minum kopi. Tapi kamu tak pernah benar-benar melarang, kamu memang terlampaui mengerti dan aku terlampaui egois. Kamu kini adalah bak nasib dan hidup yang hanya bisa dinikmati dengan memandang dari kejauhan. Segala keindahan yang melekat pada dirimu pertanda sesuatu yang mustahil untuk dijamah kembali. Kita sudah jauh dan takkan pernah bersama lagi. Setiap mengingatmu, aku selalu meyakinkan dir...

Ketika Mengingatmu

Kehangatan memang masih terasa, meski tak setenang dulu. Rasa tentu saja masih ada. Berapa tahun berlalu bukanlah sebuah persoalan. Tidak membekukan esensi, sekalipun menyusutkan bara kehangatan. Apalagi bergejolak, tentu saja tidak, tapi tetap saja, hangat. Bukankah kehangatan dan sebuah perdamaian diri yang semua orang cari? Kamu bisa menolak seseorang datang ke rumahmu, dengan menutup pintu rapat dan pura-pura tidur. Kamu bisa menggagalkan upaya maling yang ingin mengambil leptopmu dengan kunci gembok bejubel. Kamu bisa menghalangi apapun. Kecuali satu, kenangan dan perasaan. Entah mengapa, kita diciptakan begitu lemah ketika dihadapkan dengan sebuah perasaan dan kenangan. Bulan november ini adalah keparat-keparatnya hujan turun. Seiring rinai hujan tanpa ampun menghajar daratan bumi, seberingas itulah kenangan akan merasuk pada ronggga kulitmu yang mulai mengerut karena dingin. Entahlah, hujan seperti membawa sebuah cerita panjang, berepisode-episode melebi...

Ketika Kebohongan

Senja ini kututup dengan sebuah kebohongan. Tidak mudah memang, terlalu berat malah. Bagi sebagian orang berbohong mungkin hal yang teramat mudah. Tapi tidak untuk diriku, ini begitu menyakitkan. Berbohong kepada seseorang yang terlampau baik adalah sebuah pengkhianatan agung. Itu seperti bunga meludahi pemiliknya ketika setiap pagi dan sore menyingsing menyiraminya dengan penuh kasih sayang. Ya, aku berbohong kepada bunga, seorang perempuan. Alah tai, aku terlalu mengobral melankoli. Cadas seorang teman. Baginya, berbohong adalah sama halnya dengan keputusan akan mengambil gorengan atau tidak ketika makan di angkringan. Jawabannya mudah sekali, mana mungkin makan nasi angkringan tanpa seekor gorengan. Nasi angkringan tanpa gorengan bak cinta klasik Romeo Juliet. Takkan terpisah. Sudah berjuta kali ia berbohong, begitu ceritanya. Ketika kamu jarang berbohong, dan kamu melakukannya akan memang terasa berat. Tapi perlahan berbohong adalah sebuah tedeng untuk membuat h...

.

Terkadang, untuk memunculkan keberanian, kita menunggu satu dua orang gagal terlebih dahulu. Mungkin keadaannya akan berbalik apabila orang terdahulu kita menuai kesuksesan. Hidup kita hanyalah dipenuhi ketakutan-ketakutan yang tak seharusnya disimpan dan dipelihara. Suatu hari, kita sudah menabuh genderang untuk melawan dan berperang dengan ketakutan, tapi beberapa saat kemudian kita kembali memeluk, menimang dan merangkul satu hal yang bernama ketakutan. Aku mungkin seorang penakut. Sedikit melankolis jika dibilang aku takut kehilanganmu. Tapi toh nyatanya kamu memang meninggalkanku dan aku masih saja memeluk bayangmu serta melambai-lambai pada hal yang sudah dibelakang. Aku sudah menasbihkan diri untuk tidak melihat kamu, kamu adalah masa-masa yang seharusnya aku tanggalkan di tembok-tembok kota yang mulai usang karena kepul angkot perlahan membusuk. Tapi itu seharusnya yang kulakukan dari dulu. Aku salah, aku kalut. Kini kamu justru di depanku, jauh di dep...

The Fourth

We meet clumsy and guilty each other. Because I am wrong and you are always right. You don't want anymore to be I touched. Whereas all parts of my body remember exactly how hold in your hand, hug you, make the same step and then on the last meeting of that tiring day kiss your lips hardly. I know You hate that, but hi, I am not expert for kissing. Perhaps I am not expert for expressing the feeling. But you and I know that we are together no more. We are not pair of sweetheart anymore, and all of memories and our habit which we did are just one drop of memories that are ordinary. You are still beautiful like the first time we met. Beautiful, bewitch, breathtaking and make me always weak. Hair and body smell nice and gaze of your eyes can see the lying. You know I always lie, and not loyal, but you accept it as the condition makes you say “I might as well”. But of course, coral reef has a crack itself and each mountain has blowup itself. Maybe those are not importa...

Move On, Cita-cita, dan Pak Prabowo

Banyak yang tak bisa tidur, makan tak nafsu dan susah menjalani kehidupan sehari-hari dengan ceria karena gagal move on. Ya, apalagi ketika pacarmu kelewat tampan, lucu, atau manis dan cantik. Banyak orang-orang yang bersumpah serapah ketika melihatmu berjalan berdua dengannya. Setidaknya niat ingin membacok kepalamu menjadi dua bagian adalah opsi kedua setelah ingin meludahi wajah seketika itu. Tapi sepertinya itu berlebihan, namun ini menjadi wajar. Mungkin perihal kecemburuan, kesirikan ataupun memang mindset kita yang demikian. Apa ya salah, seseorang yang katakanlah tak tampan berpacaran dengan perempuan kepalang cantik, atau perempuan yang dari segi fisik sangatlah tidak membuat bergairah justru digandeng dengan laki-laki ganteng maksimal. Hal seperti itu tidak salah, tapi sudut pandang kitalah yang menganggap itu tak lazim dan seperti ada nilai-nilai kedzaliman yang tersirat. Sama halnya dengan harapan ataupun rencana. Seringkali kita gagal move on setelah ...

The Third

You know the feeling of longing but can not show it ? Perhaps you know. We know it. It is impossible to get rid of the feeling during overnight because the news from afar. But what is that feeling exactly ? What is not a feeling? How can we understand where is sincere and which ones are just a mere rag? You can never understand this, as I do. But we know that there is missing and that feeling grow s . What are united by God but inextricably separated human? But otherwise it is easy and certainly will happen. We know about that. We're pretending not to see it. You and I are being retained and forced surrender. Either with betraying or wishing hard to same from something which we call mother. But what for is the reason? What for explains if indeed then we split up in the end. Is n't farewell now and later the same? Equally farewell . Delaying the wound is stupid, as well as keep the missed meeting to much . Who can make logic when fall ing in love? Who can...

The Second

N o mighty is in violence. To whoever it is . If you a re gentleman then you feel powerful and great because of hurting women, there is something wrong in your humanity. You probably born from a rock, perhaps you are born ed from the womb of man. I a m not talking about morality or norm. I a m talking about how human should be treated. How you treat others is a reflection of how life is tought . You could be similar animals which just can be down and work, or you are like barbaric animals wh ich want to prey on, or you could act like a doing human . Honor and respect the sovereignty of another human body as you want to be appreciated and respected as living beings. But of course not all of men want to behave like a human. Or not all of men think like human. M ore of us are no t better than a pig eating and sleeping, or rodent mice and intercourse. Human beings who have to live like a lonely dirt. Odor, rancid and disturbing. But these men c an appear noble. C...

The First

You can fall in love. Preparing excitement, let the feathers of a butterfly wings in your stomach falls scattered. Keep it as happiness without pause. You can do it. Make people love you. Being concerned about you. Being stunned and stupefied with all the smiles and simplicity that you have. You can. I know it, you have a heart as big as the ocean and inventiveness as the sun in August. Emanating h ubbub is without hatred. You can fall in love. You can always fall in love. But you're hard to hate. I do not know, or probably in the fact I never really knew you. I might just pretend to know. You and I are actually tha foreigners who kept secrets each others . You can fall in love. With all the joy that fell from the glass of lemonade is which holds the honey, lemon and ice cubes in the blistering cold. Or it could be a glass of hot tea with ginger and a bowl of meatballs which you really like. Perhaps this longing. Perhaps this is just a mere emptiness. Perhaps it is bot...

The Silence is A Wound

The silence is extremely terrible. It uproots the contents of your chest then throws it on the sidewalk like a piece of unwanted babies. When The silence comes, you try to survive desperately. It Tries to find anyone who may help to fulfill the void. Slowly, the silence has been making you enjoy at home, makes you familiar and makes you as comfortable with that all of solitude. You are made alone, fear, doubt, worry and then the panic is forced to realize that you are alone. Do You know? There is no wound which can not heal, it leaves a mark, but it can be healed. Maybe you are going to feel the pain occasionaly. The Happiness is not the grace of god. it is the result of the mathematical equations too simple to understood the philosophy. The Virtue is anywhere. You just need to be nice and have common sense and is not too much to think. I incubate a wound dear. and later, if it hatches to give you happiness. My prayer is simple, i hope you never feel tired to happ...

Cerpen - Owo lan Owi

Pak Owo dan Pak Owi adalah kakak adik. Meskipun bukan dalam arti yang sebenarnya, mereka bukanlah saudara kandung, tapi Pak Owo dan Pak Owi pernah bersahabat baik serta berpasangan untuk sebuah misi. Misinya yaitu bersiap menggantikan posisi kepala desa Indobolon. Namun, setelah dua periode Kepala desa Indobolon, yaitu Pak Bey akan berakhir. Pak Owo dan Pak Owi tak lagi menjadi saudara seperti sebelum-sebelumnya. Kami pun warga desa dibuat tak menyangka atas sikap keduanya. Sekarang, tahun 2014 Pak Owo dan Pak Owi bersaing, berebut, saling sikut untuk menggantikan posisi Pak Kades Bey yang sifatnya sedikit cengeng. *** Di desa kami, segalanya serba melimpah. Pertanian terhampar luas, padi berlimpah. Tapi sejak sebelum Pak Bey jadi kades, yaitu semenjak Pak Har memimpin sangat lama, tiga-puluhan tahun. Beliau lebih suka membeli beras dari luar desa, memproyekkan segalanya, menyerahkan tambang-tambang yang ada di ujung timur desa kami, yaitu tambang emas. Entahlah, apa ...

Cerpen - Malam Merindu

Kembali aku buka memori. Tentang aku dan kamu. Dimana kita bertemu dan disatu padankan dalam sebuah janji. Yang kita ukir bersama penuh sakral melalu ikatan jari kelingking. Pertanda keseriusan dan tak ada kata main-main. Di atas tebing yang teramat tinggi. Yang mana di bawah ada sungai berair biru langit. Entah arusnya deras atau tidak, kita hanya menebak, karena dari ketinggian tak terlihat. Pada hari itu, aku tak jemu di dekatkan dengan dirimu. Mendengar suara-suara terkecil darimu. Senyum dan sesekali sebalmu malah membuatmu terlihat semakin cantik. Benar-benar cantik. Dalam balutan kerudung putih nan tipis membalut rapi membungkai manis indah dan wajah manismu. Balutan penghangat tubuhmu itu berwarna pink. Apapun yang kau kenakan hari itu, teringat betul dalam memoriku. Kau sangat manis sayang. Mendengarkan ceritamu. Sesekali membuatmu sebal. Kemudian bercerita lagi di mulai dari hal paling temeh sekalipun sampai hal terpenting: janji kita. Janjimu sayang....

Warung Keparat Mahal: Perasaan Yang Sama.

Pagi ini, kebetulan aku sarapan. Sebenarnya tidak sarapan juga, lebih tepatnya sarapan menjelang siang. Tapi bukan itu intinya yang akan aku ceritakan. Bukan juga kepalang mahalnya makanan yang kudapi saat itu. Bukan. Ya, meskipun dalam sempat mengumpat. Gila juga memang, makanan seperti itu mahal sekali. Mentang-mentang tempatnya nyaman untuk mengobrol sampai mati. Jadi seenaknya saja melabeli harga setinggi langit. Anehnya juga, warung cukup ramai. Teramat ramai malah. Nah, jadi bahas masalah warung. Aku bertemu dengan karibku di sana. Teman lama tentunya, kita slaing mengenal kurag lebih sepuluh tahun. Aku kira itu waktu yang cukup untuk mengenalnya dengan baik. Dan terlebih juga, aku pernah singgah dan melewati beberapa kota lain bersamanya. Aku tak menyangka bertemu dia di warung keparat mahal itu. Toh, aku juga sedang dalam perjalanan. Dan bertemu dengan teman lama di sebuah kota perjalanan adalah sesuatu yang cukup menyenangkan. Setidaknya kita tidak sendiri. ...

Cerpen - Gegara Isteriku Terbunuh

Tepat tiga tahun yang lalu, di simpang lima. Isteriku, dalam keadaan hujan lebat dan sedikit terburu. Dia meninggal dunia saat mengendarai mobil, ia menghindari seekor anjing yang tiba-tiba muncul di tengah jalan. Gegara itu, mobil terpelanting dan seketika itu mobil berkelok menghantam tiang listrik yang cukup besar. Isteriku terhimpit di antara tiang dan ringsekan mobil. Begitulah kata pengantar buku pertama setelah isteriku meninggal. Aku sempat menghilang selama tiga tahun guna menghibur diri sendiri. Aku begitu sangat mencintainya dan dia parahnya sedang mengandung putera kami yang pertama, umur kandungannya hampir empat bulan. Kami sangat mengharapkan kehadiran putera kami, mungkin juga seorang perempuan. Itu bukanlah masalah. Buku pertamaku itu adalah semacam pergulatan diri, berbagai pemikiran dan kegelisahan selama menahun aku hadapi. Tiga tahun bukanlah waktu yang mudah untuk dilalui. Dilalui oleh orang pesakitan, siapa yang akan menyangka.

Bukan Menjadi Kita

Barangkali ada, satu dua hal atau mungkin banyak, dimana tuhan pun malas untuk memperjuangkannya apalagi mengabulkannya. Diantaranya adalah ketika ada dua manusia yang tak mungkin ditakdirkan bersama. Kamu tahu itu siapa. Itu kamu dan aku. Kamu dengan segala hal yang menjelma keindahan dan aku dengan apapun macamnya yang terkesan remeh dan tak jelas. Karena itu, kita yang mungkin berjalan dan menghabiskan waktu bersama menghabiskan sisa-sisa umur kita. Kita berdua mengerti betul tentang itu. Tapi apa yang sebenarnya kita takutkan. Aku yang cenderung memaksa tuhan untuk menyatukan kita dan kamu dengan segala prilaku realistismu, bahwa kita tak mungkin bersatu, merupakan dua hal yang berbeda dengan ketakutan. Entah di antara kita siapa yang paling takut.

Cerpen - Kenapa Harus Menikah?

“ Ini terkesan tidak adil. Kau menikah dengan cinta.” kataku menyambut kedatangannya. Ia tertawa. Terbahak malah. Sembari mengeluarkan sepucuk surat dari saku jaketnya yang kelihatan kebesaran untuk tubuhn yang sedikit kurus. Surat itu masih di tangannya, tapi aku sudah bisa melihat, dari sampulnya. Adalah undangan pernikahan. Aku tersenyum kecut dalam hati. Dia duduk di sampingku. Jauh-jauh ia menyempatkan mengunjungiku. Di tanah rantauku. Tanah rantau yang sebenarnya akupun bingung. Aku tak tahu apa yang harus kucapai di sini. Ia mulai melepaskan dirinya dari bak raksasa yang memeluknya, jaketnya ia sandarkan di punggung kursi tempat kami duduk. Aku sebenarnya sempat tak percaya ketika satu minggu yang lalu ia menelponku. Memaksaku meminta alamat lengkap keberadaanku. Aku paling tak bisa jika dipaksa. Aku berikan saja. “aku ingin berbagi kabar gembira kawan” begitu suaranya yang keluar dari handphoneku. “ tidak bisa kau tulis saja lewat surel atau pos...

Catatan Perjalanan #2

Kita sama-sama tahu, sama-sama penyuka hujan. Tapi terkadang kau sebal, karena hujan membuat jemuranmu tak kunjung kering. Bukankah hujan adalah cara langit menuliskan puisi untuk bumi. Begitu juga denganku, berapa lembar puisi waguku yang kau terima sayang. Kau masih ingat ketika ulang tahunmu tahun lalu. Itu yang terpanjang yang kutulis untukmu. Kau bilang ingin menangis membaca itu. Jangan menangis sayang. Aku tak ingin membuatmu setitikpun menetaskan air mata. Air mata jangan terlalu murah, kita sudah sepakati itu. Berbicara tentang hujan, kotamu baru saja di guyur hujan. Deras sekali. Pantas saja, selepas maghrib udara begitu panas. Aku kira gegara siang tadi yang kepalang panas. Ternyata tidak. Adalah sebagai tanda segera hujan. Aku tak sempat meliongok langit. Aku sedang malas mendongak memang. Deras sekali. Cukup lama. Hujan berhasil mengurungku. Aku tak bisa kemana-mana. Toh aku juga bingung akan kemana. Syukurlah hujan. Panas tak lagi berkuasa a...

Catatan Perjalanan #1

Panas sekali sayang... Kau tahu arti panas sesungguhnya sayang? Adalah ketika kau malah berjalan menghabiskan hari dengan lelaki lain sedangkan aku tercenung sendiri, membayangkan dirimu disampingku. Ah, hari ini benar-benar panas. Kau tentu setuju denganku. Apalagi kulitmu sedikit sensitif, panas sedikit saja sudah memeras, keluhmu. Tapi sayangnya aku di sini sendiri. Tak ada dirimu. Panas yang kurasakan di kota ini sangatlah menyengat. Lengkap sudah penderitaanku. Kota ini adalah kota kelahiranmu sayang. Namun, sayang sekali kau justru tak sedang menghuni kota ini. Kota yang super panas. Cenderung sepi. Pengguna jalannya terkesan beringas, terutama perlakuan pengendara motor kepada pejalan kaki. Tak jarang aku hampir saja diseruduk pengguna motor yang tak sedikitpun meberikan rasa iba bagi penyebrang jalan. Aku tak begitu ambil pusing. Tapi perlakuan yang sama juga untuk bapak-bapak tua yang akan menyebrang. Hampir saja aku berantam dengan pengendara sepeda...

Melawan Logika : Pengemis

Kita mulai dengan pengertian pengemis itu sendiri. Jika diartikan secara serampangan, memang artinya tak jauh-jauh dari meminta, mengiba. Artinya pengemis adalah orang yang meminta-meminta. Pertanyaannya, salahkah jika ada orang yang meminta-meminta ? Di tengah-tengah masyarakat sosial, haruskah meminta ? Atau kehidupan urban yang memaksa ? Atau ada semacam sistem yang melahirkan pengemis sebagai pekerjaan ? Mungkin juga lahir karena sebuah doktrin agama ? Dan jika pengemis adalah perbuatan. Tentu bisa dinilai, apakah salah dan benar ? Lalu siapa yang pantas di salahkan ? Berawal dari pengemis sebagai sebuah pekerjaan. Akhir-akhir ini berita di televisi ada duet pengemis yang tak sampai sebulan “bekerja” mendapatkan hasil yang fantastis untuk ukuran pengemis. Hampir 25 juta. Bahkan itu gaji melebihi seorang PNS yang mana hidupnya sudah ditanggung negara. Belum lagi kemarin, saya bertemu dengan pengemis dan bertanya. Kalau setiap hari penghasilannya mencapai 300 ribu. Ba...

Cerpen - Saudara Kami

Pun ketika selesai shalat jum'at, suara anak-anak kecil yang berhambur keluar berlarian tak mampu mengalahkan kekhusyukan dan gema-gema dzikir di masjid kami. Kami adalah penganut agama yang taat. Tak pernah sekalipun kami mencaci orang tua sendiri, ulama' dan nabi. Apalagi berusaha merakit bom atau meberontak negara. Tiada secuil keberanian yang singgah di ruas otot kami. Kegiatan kami adalah tak pernah berhenti merapal do'a, menyebut nama Tuhan tiada henti. Meski apabila bibir berhenti berkecap karena sebuah percakapan kepada sesama. Tapi percayalah, hati kami bergema keras bersenandung nama nabi dan Tuhan kami. Tuhan kalian bukan Tuhan kami, kata seseorang yang tak suka. Bahkan, kami tak pernah terlihat marah dengan mencaci. Kami melampiaskan marah dengan menunduk dan merapalkan ampunan kepada Tuhan. Tiada henti sama sekali. Ketika kami diserang, didzolimi, dituduh tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan sekalipun. Kami hanya diam. Merapal do'a...

Cerpen - Aku Yang

Ini semacam akumulasi kehidupanku akhir-akhir ini. Pagi ini, lebih tepatnya jam. 9 adalah pucaknya. Akhir yang cukup membingungkan sebenarnya. Gelisah tepatnya, tapi cukup sebagai morfin penenang untuk hari-hariku sebelumnya. Hari-hariku sebelumnya, sebelum pagi ini. Aku mengalami sederet tidur yang melelahkan. Mimpi buruk menjadi sebuah kewajiban di tiap tidurku. Kata seorang teman, aku mungkin lupa berdo'a sebelum tidur. Baiklah, aku merapal do'a apa-apa saja yang aku ingat di kepala. Baik yang mengerti artinya ataupun yang lupa sekalipun. Hasilnya sama sekali tidak berhasil. Aku tetap mimpi buruk. Melihat buaya raksasa di muntahkan monster. Terjun ke kubangan semacam kotoran berwarna hitam. Tersesat di hutan yang teramat luas dan hanya ada leher menjulur panjang dengan bibir seperti donal bebek yang terus mengejar. Dan adegan-adegan seram, melelahkan tersebut menurut teman karib adalah ketakutan-ketakuatan di bawah alam sadar. Bagiku itu berlebihan sekali, ma...

Cerpen - Salah Tangkap

“ Aku masih ingat benar, apa yang kau ucapkan dulu kepadaku. Kau dengan lantang tidak percaya pada Tuhan. Mempertanyakan esensi shalat. Dan lagi, ingin pindah agama.” Sekian lama tak jumpa, itu bukanlah awal percakapan yang bagus dan menyemangatkanku. Ini di luar perkiraan. Yang ada dalam benakku adalah sebuah pertemuan yang menyenangkan berbalut kesenduan setelah sekian lama tak bertemu. Tapi dengannya tidak. Aku semestinya tidak berfikir demikian. Mungkin dengan kawanku yang lain bisa begitu. Seharusnya aku bisa menduga. Bukan dia jika memperlakukanku demikian. Setelah sekian lama perjumpaan yang menahun tak bertemu. Belum sempat aku memeluknya dia sudah memoporku dengan kalimat itu. Mungkin dia lupa. Aku baru saja melakukan perjalanan panjang untuk pulang. Mungkin juga ia terlalu bersemagat menyambut kedatanganku. Sehingga ia bingung bagaimana kata-kata yang tepat sebagai penanda kedatanganku. Aku tersenyum kecut saja. Salah satu sudut bibirku terangkat sedikit....

Tentang Bagaimana Mencinta #5

Terkadang yang “selalu ada” mengalahkan “yang istimewa”, timpal sahabatku. Tapi. Justru yang “selalu ada” itulah yang membuatnya menjadi “yang istimewa”, kata sahabatku satunya atas ketidaksetujuannya. Mereka berkata demikian bukan tanpa alasan sayang. Bukan asal bicara. Ini tiada bukan adalah sindiran untukku. Atau mungkin untuk menyadarkanku. Tenang sayang, aku selalu padamu. Lelaki ini akan selalu menjadi milikmu. Meskipun... Tak perlu kau tanya lagi, kaulah yang teristimewa. Hanya kau saja. Walaupun sudah hampir satu tahun kita tak pernah saling memberi kabar. Setelah keputusan kita untuk kembali jika sudah siap. Aku yang selalu menunggu kabarmu dan kau yang tak pernah aku tahu. Hanya pesan-pesanmu yang selalu aku tunggu. Tapi tidak ada. Berharap dering telephonku itu kamu. Ternyata bukan. Semua orang lain. Semua yang sama sekali tidak aku harapkan.

Tentang Bagaimana Mencinta #4

Ini kutulis minggu pagi sayang. Jika hari biasanya aku tentu tak bisa bangun siang. Karena pagi sudah mulai beraktifitas. Aktifitasku yang tak penting. Kau tentu lebih suka aku bangun pagi kan? Biar olahraga dan sehat. Kata orang, bangun pagi rezekinya gampang. Amin. Tapi hal itu tidak kuterapkan ketika minggu datang. Biasanya aku akan menghabiskan malam hingga subuh kemudian bangun ketika dzuhur berkumandang. Itu kuanggap sebagai sebuah hadiah untuk jiwaku yang lain. Jiwa yang tak pernah menikmati pagi. Hanya dalam mimpi. Namun, rencana itu gagal. Semalam sehabis isya' aku ada teman baru dari Gorontalo. Kapan-kapan kita kesana sayang. Berkunjung kerumah teman baruku ini dan tentunya travelling. Meskipun kau tak begitu suka travelling. Temanku tadi selepas Isya' mengajak berputar-putar di kota baru ini. Melihat malam. Malam minggu tepatnya. Tepat jam 11 malam aku sudah kehabisan tenaga menuruti semangatnya. Sampai kos langsung tidur dan akhirnya gagal. Aku gagal bangun siang ...

Tentang Bagaimana Mencita #3

Sayang, aku menyapamu lagi. Lewat tulisan ini. Bukannya aku sok puitis atau biar dibilang seperti penulis. Bukan, tentu saja bukan. Kau paling mengerti aku sayang. Meskipun aku terkadang menulis status di media sosial sedikit panjang dan berkelit dengan struktur kata yang lebih sering dianggap teman media sosialku bahwa itu puitis. Sekali lagi bukan sayang. Semua ini karena aku selalu takut. Takut menyapamu langsung. Meneleponmu tiap saat senggangku. Atau sekedar sms tak penting kepadamu yang hanya menanyakan kabar dan mengingatkan untuk makan. Kita memang tidak seperti itu sayang. Kita berbeda. Kita memilih berjarak dan menunggu saat yang benar-benar indah. Kau tahu, aku yang menunggu. Aku tak sengaja, suatu sore, setelah beraktifitas yang melelahkan dan lunas sudah kewajiban. Di tengah-tengah waktu menunggu maghrib. Tanganku menghidupkan leptop yang ada di meja kamar. Hanya untuk memutar lagu. Mungkin tanganku tak tega jika aku harus menikmati senja dengan diam, sepi dan sendiri....

Tentang Bagaimana Mencinta #2

Sayang bagaimana kabarmu? Tentu baik-baik saja kan. Tidak sepertiku yang pesakitan menunggu sekedar pesan singkat tak penting darimu. Mungkin tak penting bagimu tapi begitu berarti untukku. Sekedar untuk menambal hari-hariku yang lelah dan membosankan. Sekedar menggenapkan jiwaku yang selalu merupa tak genap karenamu. Apakah kau juga demikian? Aku tidak tahu. Tapi aku percaya, kau sedang melukiskan diriku di awan-awan masa depanmu. Ya, aku tahu itu. Hari-hariku memang melelahkan sayang. Tapi percayalah, aku takkan sejengkal mengundurkan langkah untuk menyerah menunggumu. Menjadi kita. Aku ingin sekali lagi engkau percaya, bahwa aku, yang sepertinya tak bisa bersetia, menurutmu, akan selalu menjaga janji kita. Kau tahu arti janji kita sayang? Yang sedikit cemas namun tanpa ragu melingkarkan kelingking di tepian tebing nan tinggi. Angin saat itu kencang sayang. Membelai kulit-kulit wajahmu yang putih kemerahan karena bekas-bekas jerawat. Angin juga seolah ikut mengatakan ...

Tentang Bagaimana Mencinta #1

Sayang, seberapakah rindumu padaku? Kau tahu apa arti merindu namun tak diucapkan? Itu seperti menahun menjadi budak koloni dalam proyek super keji yang dinamai “ culturstelsel” ingin hati memberontak, tapi tak ada daya. Tersiksa. Tapi aku tak menganggap bahwa rindu kepadamu suatu siksaan. Namun seperti katamu, rindu akan semakin menjadi setelah kita bertemu. Jadi itu pilihanmu, tak bertemu aku, karena kau paling tak bisa dengan perpisahan setelah kita jalani hari bersama. Makan siomay kesukaanmu. Mendengarkan celotehmu yang sesekali cemberut kesal sebagai ekspresi: cantik sekali. Dan diujung hari yang terlalu cepat bagiku tangan kita disatu ujung dan ciuman selalu menjadi tanda pemungkas pertemuan kala itu.

Cerpen - Tanah Kami

Ini tanah kami, yang menghidupi kami selama ini. Diambil secara paksa meski menukar tetap saja seperti sebuah kejahatan bagi kami. Ingat, nenek moyang kami bukanlah seorang pelaut seperti lagu tempo dulu, tapi seorang petani. Negara ini, pun kepualauan, bagi kami bukanlah negara maritim tapi agraris. Jangan ambil tanah kami lagi. *** Kurang lebih memakan waktu tiga jam perjalanan dari pusat Kota Yogya menuju ke barat, menyusuri sepanjang pesisir pantai selatan. Menggunakan bis yang lebih cocok dipamerkan di museum daripada harus mengangkut orang-orang. Sekejap setelah menikmati jalanan yang mulus dan lebar, Jalan Daendeles seperti proyek yang dengan sengajanya tak diselesaikan. Menahun melewati jalan itu, yang dari pusat kota begitu mulus ketika mendekati perbatasan hingga sampai kampung kami hanyalah bebatuan besar yang tertata tak rapi. Mengguncang perut. Selain itu, bis yang tak layak pakai dan satu-satunya penganggkut kami sehari-sehari menuju kota jalannya begitu l...

Cerpen - Bagaimana menganggur?

Aku menulis cerita ini setelah tidak memiliki pekerjaan. Lebih tepatnya keluar kerja, bukan di PHK. Dan selain itu, hanya memiliki sekelumit kesibukan yang dapat dikatakan tidak menguntungkan secara finansial. Uang untuk membayar kos selama sebulan, untuk makan, rokok dan rutinitas ngobrol minum kopi di warung didapat dari sana-sini. Aku masih punya orangtua, celengan dan tabungan berjalan merupa teman yang setia dan kepalang kaya. Tenang ! Aku bukanlah parasit. Aku cukup pandailah mencari uang, tapi sekedar memenuhi kebutuhan, bukan ambisius memupuk kekayaan untuk tenang di hari tua, Pekerjaan sehari-hari adalah berkelindan dengan orang. Tergabung di sebuah lembaga sosial cukuplah hasil dari itu untuk hidup sebulan, lebih dari cukup malah. Setelah nyaman bekerja mengkampanyekan tentang kesehatan dan sebagainya selama 5 bulan akhirnya aku memutuskan untuk keluar. Berhenti dari pekerjaan yang menopang hidupku di tanah rantau, jauh orangtua. Seperti yang sudah aku ceritakan sebelum...

Cerpen - Sauh dan Vid

“ Kau cemburu Vid ? Atau ?” Sauh bertanya tanpa daya dan teronggok di sofa sudut kamarnya. Bukankah cemburu itu hal yang sangat manusiawi. Perasaan itu, seperti kata banyak orang, pengejawantahan dari rasa sayang. Tapi beda tipis dengan posesif dan egois. Vid, Vidyavati seharusnya mengerti betul. Apa yang dimaksud dengan pertanyaan tadi. Ini bukan yang pertama kalinya. Berulang kali. Dan hanya Vidya yang bisa menjawabnya. Dan selalu saja Vid dengan berat menjawab dengan singkat “entahlah” seolah-olah kata itu, yang demikian singkat, memberikan makna yang banyak, seolah seperti satu kata dalam kitab suci yang bisa ditafsirkan bermacam. Entahlah. Ada semacam riuh yang tak terucap, diantara harapan, kebimbangan yang berkelindan dan tentunya kepastian. Sorot mata Vidya yang sedikit redup dan sempit justru terkesan tajam, tegas. Vidya adalah perempuan yang tak pernah memainkan melodrama seperti ini. Ini pertama kalinya. Vidya dulunya hanyalah seorang perempuan yang sang...

Romantisisme #1

Pada tulisan saya kali ini, sedikit mengulas apa itu “Romantisisme”. Saya akan memaparkan, mungkin sedikit tidak kronologis, tapi berupaya menjelaskan. Siapa kira romantisisme muncul sebagai sikap responsif akan kemapanan. Bisa disebut bahwa kaum romantisisme adalah gelombang anti-kemapanan terhadap renaisance (abad pencerahan). Romantisisme muncul ketika Eropa sedang terbuai di masa yang dikenal dengan “renaisance” yang kita ketahui bersama dipelopori oleh Rene Descartes. Tapi kali ini saya tidak memaparkan tentang renaisance ataupun Rene Descartes, mungkin lain waktu, selain itu penulis berharap kepada para pembaca untuk mendo'akan penulis untuk konsisten menulis. Terutama menulis tentang filsafat dan sebagainya. Terimakasih. Masa renaisance adalah disebut masa pencerahan karena mereka sudah mengurangi dominasi gereja perihal ilmu pengatuhan yang dirasa terlalu otoriter dan cenderung tidak masuk akal dengan mengatasnamakan tekanan doktrin agama. Muncullah masa re...