Hi Desember...
Aku menatap nanar musuhku, suaraku penuh tenaga dan menggelegar, memukul-mukul udara gemetar. Gumpalan amarahku tumpah. Penderitaan dan rasa terhina tak bisa lagi ditakar. Jalan satu-satunya adalah melawan. “ Adalah aku...” Sontak wajahku berubah kelam dan berlipat. Garis-garis wajahku menajam menjadi pahit yang digenangi sungkawa. Tiba-tiba suasana menjadi hening, mendadak semua menjadi cair, menguap diudara. Aku menggigil, tulangku linu dan rasa sakit berkelindan menjadi satu. Aku masih saja tertatih-tatih mengemasi kecemasanku, sebelum lembayung senja menyergapnya. “Aku ingin hentikan waktu, akan kucegat, tapi sepertinya sia-sia...” Suaraku menembak udara. Lagi-lagi aku benar-benar terkulai balai. Garis-garis sinar matahari menerobos lubang angin rumah dan menjelma menjadi tombak tajam yang siap merajam tubuhku. Aku menggeliat, lalu kecemasan kembali menyergap. Kenangan pahit telah jebol dan berkeping-keping seiring rajaman waktu menajam. Aku bangk...