Ketika Kebohongan


Senja ini kututup dengan sebuah kebohongan. Tidak mudah memang, terlalu berat malah. Bagi sebagian orang berbohong mungkin hal yang teramat mudah. Tapi tidak untuk diriku, ini begitu menyakitkan. Berbohong kepada seseorang yang terlampau baik adalah sebuah pengkhianatan agung. Itu seperti bunga meludahi pemiliknya ketika setiap pagi dan sore menyingsing menyiraminya dengan penuh kasih sayang. Ya, aku berbohong kepada bunga, seorang perempuan.

Alah tai, aku terlalu mengobral melankoli. Cadas seorang teman. Baginya, berbohong adalah sama halnya dengan keputusan akan mengambil gorengan atau tidak ketika makan di angkringan. Jawabannya mudah sekali, mana mungkin makan nasi angkringan tanpa seekor gorengan. Nasi angkringan tanpa gorengan bak cinta klasik Romeo Juliet. Takkan terpisah. Sudah berjuta kali ia berbohong, begitu ceritanya. Ketika kamu jarang berbohong, dan kamu melakukannya akan memang terasa berat. Tapi perlahan berbohong adalah sebuah tedeng untuk membuat hidupmu baik-baik saja. Aku sempat tak percaya, ada seseorang di luar sana, termasuk temanku itu, hidup dengan melakukan hal paling terpuji, yaitu berbohong. Apresiasi tertinggiku untuk mereka yang sanggup menjalani itu semua.

Kebohongan bukanlah penyakit. Kebohongan adalah skill, ketrampilan dan kejeniusan. Kebohongan adalah talenta yang harus diasah terus menerus agar semakin mahir menggunakannya, begitu pendapat seorang teman. Jika penyakit, memang harus dihilangkan, tapi kemudian banyak orang yang bertahan dalam sebuah kebohongan. Itu membuktikan bahwa kebohongan bukanlah penyakit. Ketika kebohongan menjadi skill ataupun ketrampilan, ini membuktikan sebuah kebohongan diperlukan untuk menghadapi hal-hal tertentu, dengan alasan untuk bertahan hidup adalah sebuah pemakluman yang paling tinggi, dan itu terus digunakan. Sedangkan salah satu komponen kejeniusan adalah kebohongan. Bagaimana menerapkan, menggunakan serta memikirkan dampak ketika menggunakna senjata yang bernama kebohongan membutuhkan kejeniusan tingkat tinggi. Banyak yang menggunakan kebohongan namun berkahir apes dan tidak beruntung. Yang beruntung itulah yang memiliki kejeniusan tingkat tinggi.

alah bro, lang ngapusi pisan wae kok bingung”

Aku terlalu sering membohongi diriku sendiri, sehingga sangat kuhindari untuk membohongi orang lain. Itu prinsip. Jangan mengasumsikan aku tersiksa. Dus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku, Pesta dan Cinta : mengenang kembali Soe Hok Gie

Syakal dan I'jam

Sejarah Fatayat NU "Cabang Jepara"