Move On, Cita-cita, dan Pak Prabowo
Banyak yang tak bisa
tidur, makan tak nafsu dan susah menjalani kehidupan sehari-hari
dengan ceria karena gagal move on. Ya, apalagi ketika pacarmu kelewat
tampan, lucu, atau manis dan cantik. Banyak orang-orang yang
bersumpah serapah ketika melihatmu berjalan berdua dengannya.
Setidaknya niat ingin membacok kepalamu menjadi dua bagian adalah
opsi kedua setelah ingin meludahi wajah seketika itu. Tapi sepertinya
itu berlebihan, namun ini menjadi wajar. Mungkin perihal kecemburuan,
kesirikan ataupun memang mindset kita yang demikian. Apa ya
salah, seseorang yang katakanlah tak tampan berpacaran dengan
perempuan kepalang cantik, atau perempuan yang dari segi fisik
sangatlah tidak membuat bergairah justru digandeng dengan laki-laki
ganteng maksimal. Hal seperti itu tidak salah, tapi sudut pandang
kitalah yang menganggap itu tak lazim dan seperti ada nilai-nilai
kedzaliman yang tersirat.
Sama halnya dengan harapan
ataupun rencana. Seringkali kita gagal move on setelah rencana
yang dirasa diatur dengan matang namun gagal. Kita akan meratapi hal
itu selama berhari-hari, menahun malah sampai-sampai melewatkan
kesempatan lain yang justru lebih indah. Kita, yang gagal move on
pada sebuah rencana, justru disibukkan dengan ngoyo dan
ngongso agar rencana itu
terealisasikan. Hal itu hanya membuang waktu saja, toh pilihannya
banyak. Tapi mungkin pilihan yang lain tak sebagus rencana pertama,
karena rencana pertama dapat dikatakan seperti kompilasi album dari
sang legend “terbaik
dari yang terbaik”.
Sepertinya
menjadi presiden memang cita-cita terbaik dan keren di negeri ini.
Sejak kecil saya pernah bercita-cita menjadi presiden, setidaknya
pernah mengucapkan itu disamping juga ingin menjadi pilot dan
tentara. Tapi memang eksotis menjadi seorang presiden, pikirku
ketika kecil. Kemana-mana dikawal, menggunakan mobil mewah, dan yang
paling menarik adalah bisa menaiki pesawat terbang sesuak hati dan
ketika lewat semua orang hormat. Imajinasi ini saya dapatkan ketika
melihat upacara kemerdekaan di televisi yang dilakukan Pak Soeharto.
Saya mencoba menerka-nerka, mungkin Pak Prabowo ingin mewujudkan
cita-citanya semasa kecil seperti saya. Saya pribadi mungkin akan
sadar diri bahwa itu tidak mungkin, atau walaupun mungkin jadi, akan
buru-buru saya urungkan karena menjadi presiden sudah
tak menarik lagi. Berbeda dengan Pak Prabowo, menjadi presiden masih
menjadi cita-citanya yang luhung dan abadi. Dan apa yang dirasakan
Pak Prabowo adalah dalam istilah jawa sehari-hari, karena saya tidak
tahu apakah ini bahasa jawa halus atau tidak, yaitu kagol.
Kagol artinya kepalang tanggung
tapi tidak terlaksana. Untuk memudahkan pemahaman, contohnya begini,
kita sudah kepalang susah membeli tiket kereta mahal-mahal, karena
kelas ekonomi kehabisan, rela berdesak-desakan, merencanakan liburan
indah dan romantis bersama pacar, ketika akan berangkat, tiba-tiba
sang pacar ditelepon ibundanya untuk pulang kampung hari itu juga.
Padahal packing segala
keperluan sudah siap tinggal berangkatnya, nah itu yang dinamakan
kagol atau kepalang
tanggung. Toh
akhirnya tetap saja berangkat meskipun tidak dengan sang pacar,
pilihannya bisa mengajak teman sejenis, kekasih gelap ataupun
sendirian, tapi rasanya tentu sudah beda pergi dengan yang lain
daripada dengan sang pacar.
Begitulah
yang saya terka dari Pak Prabowo, kepalang tanggung. Toh pemilu
kemarin tinggal selangkah lagi menjadi apa yang sudah dicita-citakan.
Tapi nyatanya dengan pemilih mencapai 40 juta-an tidak cukup membuat
mimpinya terwujud. Akhirnya kagol-lah
beliau. Dan seperti pilihan tadi, Pak Prabowo ternyata orangnya
pekerja keras dan tak gampang menyerah. Meskipun ia liburan tidak
bersama sang pacar, notabene memang beliau seorang duda. Ia dan team
tetap saja mengupayakan agar cita-cita masa kecilnya menjadi
kenyataan. Rencana yang
sistematis, terstruktur dan masif sudah ia buat demi mewujudkan
mimpinya itu. Pantang mundur
sebelum udzur.
Ketika
dari Quick Qount
sementara Pak Jokowi menang,
beliau bilang “saya tunggu sampai hasilnya lengkap”. Nah ketika
sudah lengkap mencapai digit 100% beliau bilang lagi “saya tidak
percaya dengan hasil Quick Qount”.
Alhasil disemua lembaga hitung cepat beliau masih saja kalah. Karena
memang sifat Pak
Prabowo itu tak pantang menyerah, ia dan teman-temannya di Tv One
membuat hasil survey sendiri, pun pada akhirnya ia menang, mana
mungkin sudah buat sendiri masih saja kalah. Tapi karena tidak bisa
membuktikan apa-apa lembaga survey tersebut, ia bilang “kami akan
menerima semua keputusan KPU” ketika KPU sedang sibuk-sibuknya
menghitung, ia sudah merasa bakalan tidak menang, ia menarik diri
dari ajang pemilu. Dan benar apa firasat Pak Prabowo, dia kalah lagi.
Dia masih tak percaya dengan kekalahannya, padahal partai-partai
besar mendukungnya dan kurang gencar apa Tv One memberitakan
kebaikan-kebaikannya tiap detik, tiap menit dan tetap saja kalah. MK
lah yang menjadi sasaran pengaduan, dan ternyata curhatan beliau
hanya didengarkan tanpa ada pengkabulan. Lagi-lagi Pak Prabowo merasa
kagol tinggal
selangkah lagi. Ya, selangkah
lagi tak kunjung sadar diri.
Nah,
sekarang Pak Jokowi sudah resmi jadi presiden dan tinggal menunggu
pelantikan. Bukan Pak Prabowo jika tak punya usaha lain untuk
menggulingkan Pak Jokowi. Belum-belum dia bersama koalisi dan
ditambah Pak Amin Rais mengusulkan untuk Pemilukada dikembalikan ke
DPRD. Duh kesesatan dalam berfikir dan berdemokrasi. Entah apa yang
ada dipikiran mereka, katanya membela rakyat tapi malah mencabut hak
rakyat. Terutama Pak Amin Rais, 16 tahun yang lalu berteriak lantang
menggulingkan zaman orde baru yang dirasa sangat diktator, sekarang
dia mau mengembalikan sistem itu lagi. Duh, entahlah.
Saranku
saja, Pak Prabowo dkk sebaiknya sadar diri seperti yang sudah saya
lakukan dengan mengurungkan
cita-cita saya sejak kecil. Kerja keras dan berusaha memang sangat
dianjurkan, tapi tentu ketika batas-batas sudah terlihat jelas dan
hal itu juga mengakibatkan dampak buruk bagi yang lain, alangkah
baiknya legowo saja.
Lebih luhur lagi kalau Pak Prabowo membantu mensejahterakan rakyat
dan bangsa ini bersama Pak Jokowi, sepertinya itu lebih luhur
daripada ngoyo dan
ngongso menjadi
presiden. Atau setidaknya dari pemilu ini ambil hikmahnya saja.
Dengan 40 juta lebih pendukung, tentu itu pasar yang masif. Pak
Prabowo bisa berjualan online (OLShop), berupa pakaian atau sekedar
assesoris, percayalah itu pasti untung banyak, hitung-hitung membantu
mengembalikan modal pasca pemilu. Atau Pak Prabwo menulis buku dan
membuat lagu seperti Pak SBY. Saya kira itu cocok juga, lumayan
sekali mempunyai pendukung 40 juta lebih manusia, berapa
banyak keping dan eksemplar yang bakal terjual, belum lagi royalti
dari ringtone. Atau
saya punya penawaran menarik, bagaimana
kalau Pak Prabowo menjadi agen marketing saya? Pasti tiap bulan
melebihi target. Excellent.
Komentar