Romantisisme #1
Pada
tulisan saya kali ini, sedikit mengulas apa itu “Romantisisme”.
Saya akan memaparkan, mungkin sedikit tidak kronologis, tapi berupaya
menjelaskan. Siapa kira romantisisme muncul sebagai sikap responsif
akan kemapanan. Bisa disebut bahwa kaum romantisisme adalah gelombang
anti-kemapanan terhadap renaisance (abad pencerahan).
Romantisisme
muncul ketika Eropa sedang terbuai di masa yang dikenal dengan
“renaisance” yang kita
ketahui bersama dipelopori oleh Rene Descartes. Tapi kali ini saya
tidak memaparkan tentang renaisance ataupun
Rene Descartes, mungkin lain waktu, selain itu penulis berharap
kepada para pembaca untuk mendo'akan penulis untuk konsisten menulis.
Terutama menulis tentang filsafat dan sebagainya. Terimakasih. Masa
renaisance adalah
disebut masa pencerahan karena mereka sudah mengurangi dominasi
gereja perihal ilmu pengatuhan yang dirasa terlalu otoriter dan
cenderung tidak masuk akal dengan mengatasnamakan tekanan doktrin
agama. Muncullah masa renaisance, dimana
akal, rasionalitas menjadi pedoman utama. Dan romantisisme muncul
sebagai reaksi atas tekanan pencerahan yang sangat kuat pada akal.
Pada
masanya, romantisisme merupakan sebuah trend, fenomena
perkotaan. Penggiat romantisisme, biasa disebut romantik, adalah para
pemuda. Saat itu dapat dikatakan sebagian penggiat roamtisisme adalah
mahasiswa yang cenderung “malas”. Mereka menenggalkan logika,
rasionalitas. Menggunakan perasaan, imajinas, pengalaman dan
kerinduan merupakan ciri khas pemikiran kaum romantik. Seniman bak
sebuah dewa yang siap menelurkan gaya-gaya romantisisme melalu sebuah
kesenian. Penyair dari Jerman bernama Schiller mengatakan: “aktivitas
seniman itu bermain-main, dan manusia hanya bisa bebas saat dia
bermain untuk menciptakan aturannya sendiri”. Sehingga,
seniman adalah orang yang tak terikat dan bebas melepaskan beban yang
selama ini mengikat manusia, yang membuat manusia kehilangan jati
dirinya sebagai “manusia”. Seniman mempunyai dunianya sendiri,
contoh, suatu imajinasi menciptakan alam raya: dalam pengembaraannya
di tengah pesona seni ia dapat merasakan batas antara impian dan
kenyataan. “Dunia menjadi impian dan impian menjadi kenyataan”.
Kaum
romantik sangat percaya kepada seni. Seni bagi mereka mampu membawa
diri mereka untuk semakin dekat pada sesuatu “yang tak terungkap”.
Seperti puisi, meskipun menggunakan kata-kata yang pendek, tetapi
memiliki arti dan pemaknaan yang luas, panjang, mendalam dan mampu
mewakili makna. Kaum romantisisme sangat khas, mereka sering
mengungkapkan kerinduan akan sesuatu yang jauh, tak terjangkau.
Seperti, mereka rindu abad tengah dan budaya mistisme dunia timur.
Dan kaum romantisisme lebih sering mengakrabi hal-hal, yang biasanya
kita anggap sebagai sisi gelap kehidupan, kehidupan yang kelam nan
berkabut, hal-hal gaib maupun mistis. Tapi anehnya, banyak penggita
romantisisme mati muda, sebagian terkena penyakit TBC, sebagian lagi
dikarenakan bunuh diri. Terbukti, sampai sekarang, kaum romantisisme
jarang sekali memperhatikan penampilan “kesehatan” dengan
berbagai alasan masing-masing. Sedangkan yang bunuh diri, mungkin
punya pendapat bahwa hidup kepalang brengsek dengan satu hal yang
disebut harapan. Karena menurut mereka harapan adalah apa yang orang
lain bilang, bahagia seperti yang orang lain bilang, harus punya
mobil, kemapanan ekonomi, tak lain karena televisi dan kaum hedonis.
Akar
filosifis romantisisme adalah pergeseran sudut pandang, dari gaya
obyektivisme ke subyektivisme. Karena menurut mereka, seperti halnya
sains, melihat dunia secara obyektif tidaklah mungkin. Dunia menjadi
tidak jelas, karena memahaminya dari sudut pandang tidak jelas
sebagai “bukan siapa-siapa” yang kemudian disebut obyektivisme.
Padahal dalam kehidupan sehari-hari hal itu tidaklah mungkin
diterapkan. Mana mungkin kita memandang sesuatu tanpa latar belakang
masing-masing misalnya. Berikut saya berikan sedikit analogi.
Bayangkan, ada tiga orang yaitu seorang petani, pengembang dan
seniman. Ketika ketiganya melihat sebuah lahan yang luas, mereka akan
mempunyai pemahaman sendiri-sendiri sesuai dengan ketertarikan.
Sebagai petani, akan memahaminya sebagai tempat yang cocok sekali
untuk bercocok-tanam dan sejenisnya. Berbeda dengan seorang
pengembang, ia akan berfikir lahan tersebut tepat sekali untuk
dibangun sebuah perumahan yang menguntungkan. Begitu juga dengan cara
pandang seniman, ia mungkin akan memikirkan komposisi warna yang
tepat, merasakan kesejukan udara, menghayati keindahan alam, sebuah
harmoni alam dan sebagainya. Perumpamaan
tersebut menekankan bahwa, sejalan dengan kantian (penganut Immanuel
Kant), yaitu “das ding an-sich”
manusia tidak melihat dunia ini secara langsung, melainkan melalui
sejumlah perspektif dan kategori”. Jadi, kita memahami dunia “dari
perspektif manusia” karena dunia ini dibentuk oleh perspektif kita.
Sejarah
mencatat, gerakan romantisisme muncul ketika tahun 1970-an, dan
puncaknya di tahun 1820-an. Tepatnya di Eropa Utara, khususnya di
Inggris, Jerman dan kemudian di Prancis sangat berkembang. Gerakan
tersebut masih bersifat kompleks dalam berbagai bidang, khususnya
seni dan filsafat. Asumsi dasar mereka awalnya: pada dasarnya manusia
secara alami itu baik, namun menjadi “rusak, buas. Egois” karena
konstruk dan institusi sosial, budaya, agama, pendidikan dan
pemerintah sekalipun. Yang mana hal-hal yang dikatakan merusak itu
adalah buatan manusia itu sendiri. Dan
kaum romantisisme sangat percaya akan sebuah kebebasan dan
kesetaraan.
Komentar