Tentang Bagaimana Mencinta #5
Terkadang
yang “selalu ada” mengalahkan “yang istimewa”, timpal
sahabatku. Tapi. Justru yang “selalu ada” itulah yang membuatnya
menjadi “yang istimewa”, kata sahabatku satunya atas
ketidaksetujuannya. Mereka berkata demikian bukan tanpa alasan
sayang. Bukan asal bicara. Ini tiada bukan adalah sindiran untukku.
Atau mungkin untuk menyadarkanku. Tenang sayang, aku selalu padamu.
Lelaki ini akan selalu menjadi milikmu. Meskipun...
Tak
perlu kau tanya lagi, kaulah yang teristimewa. Hanya kau saja.
Walaupun sudah hampir satu tahun kita tak pernah saling memberi
kabar. Setelah keputusan kita untuk kembali jika sudah siap. Aku yang
selalu menunggu kabarmu dan kau yang tak pernah aku tahu. Hanya
pesan-pesanmu yang selalu aku tunggu. Tapi tidak ada. Berharap dering
telephonku itu kamu. Ternyata bukan. Semua orang lain. Semua yang
sama sekali tidak aku harapkan.
Kita
tak pernah bertengkar hebat, menurutku. Aku tak pernah berselingkuh.
Hanya sesekali mungkin aku terlalu posesif denganmu. Wajarkan? Aku
selalu bertanya kepadamu. Jujur saja. Aku lelaki yang tak begitu
peka. Setiap akhir pekan aku selalu menawarimu untuk menghabiskan
waktu denganku. Tapi kau selalu menolak. Untuk apa? Katamu. Aku iya
saja. Aku tak pergi jika tidak denganmu. Namun, meskipun kita jarang
bertemu dan kau selalu menolak berjalan berdua denganmu. Pada suatu
hari kau pernah bilang bahwa kau takkan melepasku. Takkan pernah.
Tapi
sekarang, keadaan begitu berubah. Entah apa kesalahan yang aku buat
kepadamu. Aku mencoba menyadari diriku. Bahkan pesan-pesan singkatku
sarat kemalasan dari jawabanmu. Jika aku bertanya, kau hanya menjawab
dua sampai tiga huruf saja. Bukankah itu sedikit tidak menyesakkan
daripada tak dibalas. Benar. Dan sekarang justru sudah tak ada pesan
singkat sekalipun pada setiap hari-hari yang aku lalui.
Jika
sudah demikian, aku hanya bisa berfikir hal-hal baik saja. Karena kau
yang teristimewa. Terbaik. Yang aku tahu, dirimu adalah seorang yang
tak mau membuang-buang waktu secara percuma. Karena bermesra dan
bercandu asmara denganku hanya membuang waktu saja. Menurutmu, cinta
kita akan indah jika dinikmati di waktu yang semestinya. Yaitu dalam
biduk pernikahan.
Baiklah.
Itu saja. Sudah cukup. Terkadang menyerah bukan lagi menjadi pilihan.
Untuk memujudkan hal itu. Untuk melamarmu aku butuh motivasi darimu
sayang. Aku sedang mencapai hal-hal yang mungkin juga dalam usaha
untuk membahagiakanmu. Tapi kau hanya diam saja. Hanya diam.
Suatu
hari. Aku akan ke rumahmu. Semoga kau belum menjadi milik orang lain.
Semoga keluargamu masih sabar menunggu kedatanganku. Dan yang
terpenting, kau masih memegang janjimu sayang.
Ahh..
aku bertemu lagi lagu yang brengsek sayang. Dari Payung Teduh.
Beberapa lagunya memang meneduhkan. Seperti kehadiranmu sangatlah
meneduhkan. Tapi itulah dirimu. Sangat jarang ada. Sehingga kau lah
yang teristimewa. Jika kau belum mengenalnya. Sesekali luangkanlah
waktu untuk mendengarkannya. Payung Teduh adalah keniscayaan diriku.
“Ku
cari kamu dalam setiap malam, dalam bayang masa suram
Ku
cari kamu dalam setiap langkah, dalam lagu yang membisu
Aku
cari kamu dalam setiap ruang, seperti aku yang menunggu kabar dari
angin malam
Aku
cari kamu di setiap malam yang panjang.
Aku
cari kamu kutemui kau tiada
Aku
cari kamu di setiap bayang kau tersenyum
Aku
cari kamu kutemui kau berubah”
Komentar