Sejarah Fatayat NU "Cabang Jepara"

Pada saat itu, keadaan sosial masyarakat Jepara sangat memprihatinkan, khususnya di kalangan perempuan. Hal itu didasari akan keadaan, sikap dan pandangan serta prilaku yang dirasa berbeda atau tidak adil terhadap perempuan, kurang adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Selama ini perempuan hanya mempunyai peranan yang minim dalam artian hanya seputar rumah tangga saja. Selain itu, perempuan muda belum mempunyai wadah atau organisasi yang menyatukan khususnya perempuan muda di kalangan NU. Oleh karena itu, PC.NU Kabupaten Jepara menunjuk Hj. Aisyatun untuk memipin Fatayat Cabang Jepara.[1] Namun pada masa awal pendirian ini hanya sebatas penunjukan saja, belum bisa memenuhi tujuan dibentuknya Fatayat NU Cabang Jepara, yaitu meningkatkan kualitas dan peranan perempuan serta memperjuangkan kesetaraan gender.

Berdirinya Fatayat NU Cabang Jepara pada awalnya berjalan dengan sistem tunjukan yaitu membujuk seseorang yang dianggap mampu dan bersedia dijadikan sebagai pengurus organisasi serta menjalankan tugas dengan baik. Fatayat NU Cabang Jepara berdiri sekitar tahun 1960-an, dengan menunjuk Hj. Aisyatun sebagai ketuanya. Namun pada masa-masa tersebut Fatayat NU Cabang Jepara berdiri hanya sebagai simbol saja tanpa memiliki struktur yang jelas. Selain itu setelah ditunjuk Hj. Aisyatun sebagai ketua, Fatayat NU Cabang Jepara mengalami masa-masa sulit, pada saat itu konflik negara carut marut. Tercatat dalam sejarah, negara sedang adu konflik dengan kaum komunis yang dikenal dengan PKI.Hal itu juga terjadi di Jepara, sehingga mengakibatkan stagnasi karena belum menjadi organisasi yang utuh untuk menjalankan tugas sebagaimana mestinya.[2] Konflik negara yang carut marut ikut mempengaruhi usaha-usaha Fatayat NU untuk mencapai tujuannya. Pada saat itu, perempuan muda khususnya dalam naungan NU belum memiliki ruang yang cukup untuk mengaktualisasikan diri dalam publik dan dapat dikatakan belum mendapat kesempatan karena keadaan tersebut.
Setelah sekian lama Fatayat NU Cabang Jepara hanya sebuah nama saja,pada tahun 1974 Hj. Shehah Abdillah selaku Pengurus Cabang NU Jepara menunjuk Hj. Aliyah untuk menghidupkan kembali Fatayat NU Cabang Jepara. Sebagai organisasi yang telah lama vakum dan tidak berbentuk, melalui usaha yang dilakukan Hj. Aliyah Fatayat NU Cabang Jepara tahap demi tahap menjadikan Fatayat NU sebagai organisasi yang utuh. Pada masa-masa awal kepemimpinannya dalam tubuh organisasi hanya ketua saja yang terisi. Setelah itu, sebagai ketua melakukan perekrutan anggota melalui berbagai cara, diantaranya melalui pengajian rutin yang dilakukan oleh Hj. Aliyah, dan kebetulan Hj. Aliyah merupakan seorang da'iyah yang sering mengisi pengajian di berbagai daerah di Jepara. Pengajian rutin tersebut selain digunakan sebagai sarana dakwah, juga digunakan oleh Fatayat NU Cabang Jepara sebagai sarana pengenalan diri atau sarana menarik masyarakat sekitar untuk bergabung dalam keanggotaan ataupun kepengurusan di Fatayat NU Cabang Jepara. Selain melalui pengajian rutin, cara merekrut anggota melalui rekomendasi dari PCNU Jepara sendiri atau sekiranya menunjuk orang yang mampu dan berkompeten dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam organisasi.[3]
Kepemimpinan Hj. Aliyah berlangsung dari tahun 1974 hingga 1984. Dalam kepemimpinan tersebut, Hj, Aliyah belum sepenuhnya menjalankan Fatayat NU Cabang Jepara sebagai organisasi yang memiliki program kerja yang jelas. Yang menjadi fokus dalam kepemimpinannya adalah merekrut anggota dan berupaya melengkapi struktur organisasi agar dapat berjalan dengan semestinya. Sekembalinya dari masa vakum setelah kepemimpinan Hj. Aliyah, tentunya mengalami kesulitan-kesulitan atau hambatan. Pada masa itu, Fatayat NU Cabang Jepara dihadapkan pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, yang pada masa itu ada sesuatu yang membelenggu bagi para perempuan yang terikat instansi pemerintahan. Tidak adanya kebebasan saat itu yang menjadikan para Pegawai Negeri Sipil tidak berani mengikuti organisasi selain dari pemerintah. SemisalPKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Namun pada masa ini, Fatayat NU Cabang berhasil membentuk Pimpinan Anak Cabang di tingkat kecamatan seperti Kecamatan Jepara, Mlonggo dan Tahunan. Pada tahun 1979 Fatayat NU Cabang Jepara bergabung dengan GOW (Gabungan Organisasi Wanita) tetapi belum berkontribusi.[4]
Pada masa kepemimpian Hj. Aliyah, Fatayat NU dihadapakan pada permasalahan yang berbeda, yaitu menghadapi rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Gerak Fatayat NU dibatasi dan mendapat tekanan dari pemerintah hanya membolehkan Pegawai Negeri Sipil mengikuti organisasi yang direstui, yaitu PKK. Kegiatan pada masa ini setelah kevakuman kepengurusan sebelumnya hanya seputar keagamaan yaitu ceramah pengajian dalam rangka mensosialisasikan dan merekrut anggota. Belum adanya sistem yang jelas dalam perekrutan anggota serta dasar atau pondasi organisasi yang belum kuat membuat Fatayat kembali mengalami masa vakum setelah kepergian Hj. Aliyah.
Antara tahun 1985 hingga 1993 Fatayat NU Cabang Jepara kembali mengalami kemandekan baik secara organisasi maupun kegiatan. Hal ini terjadi disebabkan oleh pertama kepergian Hj. Aliyah selaku ketua pergi ke Arab Saudi karena terbentur faktor ekonomi. Yang kedua, kevakuman Fatayat NU Cabang Jepara dikarenakan belum memiliki struktur organisasi yang utuh dan tidak berjalan dengan baik. Ketiga, kurangnya rasa memiliki yang tertanam dalam diri para kader atau anggota saat itu. Selain itu juga para kader menghadapi situasi sulit yaitu berbenturan dengan kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak membebaskan perempuan Pegawai Negeri Sipil untuk mengikuti organisasi selain dari pemerintah, saat itu PKK.[5]
Pada tahun 1993 dapat dikatakan Fatayat NU Cabang Jepara hidup kembali. Kesadaran untuk menghidupkan kembali muncul dari kader-kader yang secara berjenjang dibawah Fatayat NU, yaitu IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama), karena mereka merasa usianya sudah tidak pantas lagi berkiprah di IPPNU, para kader IPPNU itu berinisiatif menghidupkan kembali Fatayat NU. Gebrakan ini dipelopori oleh Hj. Ashfiyah Mudzakir yang saat itu masih menjabat sebagai sekertaris IPPNU Jepara. Setelah masa jabatannya berakhir, Hj. Ashfiyah dan kawan-kawan meminta restu kepada PCNU Jepara untuk mengambil kepengurusan Fatayat NU. Berdasarkan mufakat bersama melalui konferensi tanggal 31 Desember 1993, ditunjuklah Hj. Ashfiyah Mudzakir menjadi ketua Fatayat NU Cabang Jepara dalam kurun waktu 1994-1997.[6]
Melalui konferensi tersebut, terbentuklah jajaran kepengurusan lengkap beserta program kerja masing-masing pengurus. Langkah selanjutnya yaitu mengenalkan kembali  Fatayat NU Cabang Jepara setelah sekian lama vakum. Sosialisasi yang dilakukan sesuai dengan amanat konferensi, Pengurus  Fatayat NU Cabang Jepara mengirimkan hasil-hasil konferensi kepada semua anak cabang yang saat itu baru ada 3 anak cabang (Jepara, Tahunan dan Mlonggo).[7] Selain itu juga meminta surat pengesahan dari Pucuk Pimpinan Fatayat NU dengan rekomendasi dari Pengurus Wilayah Jawa Tengah dengan Nomor : 229/PPF/KEP/VIII/1994. Setelah itu, Fatayat NU Cabang Jepara mengadakan audiensi kepada Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama dan Pengurus Cabang Syuriah Nahdhatul Ulama guna memohon do'a dan restu atas terbentuknya kepengurusan tersebut.[8]
Selain itu pola hubungan Fatayat NU Cabang Jepara dengan pemerintah saat itupun mulai terjalin baik, 26 April 1994 pengurus Fatayat NU Cabang Jepara melakukan konsolidasi dengan Bupati Jepara Bambang Purwadiguna menyampaikan kebijakan-kebijakan organisasi dan meminta penjelasan terkait program pemerintah yang ada kaitannya dengan masyarakat khususnya Fatayat serta menjalin kerjasama dan hubungan yang baik. Hal ini dapat dikatakan berhasil, terbukti bahwa pada berbagai acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Fatayat NU Cabang Jepara selalu dilibatkan, misalnya acara peringatan hari-hari besar Nasional dan hari-hari besar Islam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).[9]
Pada tahun 1994-1997 Fatayat NU berkembang pesat secara organisatoris. Pada periode ini keorganisasian Fatayat NU Cabang Jepara mengalami kemajuan yang bagus, baik dari segi kegiatannya maupun eksistensinya dalam pergerakan perempuan di Jepara seperti terlibat dalam organisasi lain seperti GOW. Pada masa ini, Fatayat NU menjalin kembali hubungan dengan GOW (Gabungan Organisasi Wanita) di Jepara. Meskipun Fatayat NU bergabung dengan GOW sejak tahun 1979 barulah pada periode 1994-1997 pada masa kepemimpinan Hj. Ashfiyah Fatayat NU Cabang Jepara menempatkan dua wakilnya dijajaran pengurus GOW yaitu Hj. Siti Maryam dan Alfiyah Muhibbi sampai periode selanjutnya. Dengan mengikuti berbagai kegiatan yang ada di GOW, Fatayat NU termasuk salah satu organisasi aktif yang ada di GOW. Hal itu dibuktikan dengan penunjukan Fatayat NU oleh GOW untuk mewakili Kabupaten Jepara dalam lomba Kadarkum (Keluarga Sadar Hukum) sekaresidenan Pati dan meraih juara I dan menjadijuara harapan I dalam tingkat Provinsi Jawa Tengah. Selain di GOW, Fatayat NU juga menjalin hubungan dengan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dengan menempatkan 3 wakilnya sebagai pengurus KNPI DPD II Kabupaten Jepara, yaitu Dra. Nurul Maziyah, Dra. Latifah dan Ir. Marfu'ah. Namun beberapa tahun kemudian KNIP vakum dan kembali hidup lagi pada tahun 2007 dengan ditunjuk Murdiyanto sebagai ketua pada acara Muskab (Musyawarah Kabupaten).[10]
Pada periode ini, kegiatan yang dilakukan Fatayat NU cenderung bersifat meningkatkan ketrampilan anggota dengan mengikutsertakan pada acara-acara seminar yang diadakan oleh INISNU (Institut Agama Islam Nahdhatul Ulama), DPC PPP (Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan dan Pembangunan) dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Jepara dan sebagainya. Selain itu, Pengurus Cabang juga mengadakan pembinaan ke Anak Cabang dengan cara turba (turun ke bawah) ke daerah-daerah yang dimulai awal tahun 1994. Dalam periode ini tercatat ada 12 Anak Cabang dan 192 Ranting yang aktif melakukan berbagai kegiatan.[11]
Dalam lingkup organisasi, Fatayat NU berkembang pesat melalui berbagai bidang dengan program kerjanya masing-masing. Bidang pendidikan dan pengkaderan berhasil melaksanakan Pelatihan Kader yang bekerjasama dengan Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Anshor (PC GP. Anshor), kegiatan tersebut dihadiri 42 peserta dan dilaksanakan pada tanggal 11-13 Juli 1994. Selain itu, Fatayat NU mengadakan kursus management organisasi dan wawasan kebangsaan pada tanggal 30 Desembar 1994. Dalam bidang sosial ekonomi, Fatayat NU bersama dengan Muslimat NU bekerjasama dengan Departemen Koperasi Kabupaten Jepara mengadakan pembekalan koperasi pada tanggal 30 Agustus 1996. Dari pembekalan koperasi ini melahirkan kesepakatan untuk membentuk Pengurus Koperasi “Annisa” pada tanggal 4 September 1996, namun untuk menjalankan koperasi itu terbentur berbagai kendala sehingga Fatayat NU menjalankan koperasi kecil-kecilan yang dinamakan Warung Fatayat di pengajian-pengajian rutin Fatayat dengan usaha memenuhi bahan-bahan konsumsi.[12] Kegiatan diberbagai bidang pada masa kepengurusan ini cukuplah banyak dan berkembang.
Pada periode 1997-2000 Hj. Ahsfiyah kembali terpilih menjabat sebagai ketua Fatayat NU untuk kedua kalinya. Periode ini bersifat melanjutkan dan mengembangkan program-program yang sudah ada serta menambah dibagian-bagian tertentu. Periode kepimpinan ini merupakan masa menjelang dan berlangsungnya masa Reformasi, dimana pada masa ini terjadi penuntutan akan hak dan kebebasan. Salah satu tuntutannya adalah penyetaraan hak dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki (kesetaraan gender). Dampak dari tuntutan tersebut memunculkan kegiatan-kegiatan perempuan yang berspektif gender, misalnya Fatayat NU Jepara sering mengikuti pelatihan Analisis Gender dan kemudian dikembangkan dalam lingkungan Fatayat. Masa ini juga ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi-organisasi perempuan yang mencoba mengusung kepentingan-kepentingan perempuan. Entah berbentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang tidak memiliki kepengurusan yang hierarkis serta tidak memiliki keanggotaan tetap di masyarakat ataupun berbentuk organisasi kemasyarakat (Ormas). Akan tetapi keberadaan organisasi-organisasi tersebut terkooptasi oleh hadirnya organisasi tandingan yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru, yaitu PKKdan Dharma Wanita.[13]
Meskipun menghadapi masa Reformasi, Fatayat NU Cabang Jepara semakin menekankan diri pada pembekalan anggota dan upaya pemberdayaan perempuan lebih lagi. Selain mengikuti pelatihan Analisis Gender, Fatayat NU juga mengadakan kembali Latihan Kader Dasar (LKD) bekerjasama dengan GP Ansor. Fatayat NU juga membekali anggotanya dengan mengadakan pelatihan jurnalistik. Tidak hanya dibidang pendidikan saja, dalam bidang ekonomi Fatayat NU berhasil menghidupkan koperasi “Annisa” meskipun baru terlaksana di tingkat cabang. Adapun dalam bidang kesehatan, Fatayat NU mempunyai andil besar yaitu ikut serta mensosialisasikan beberapa program kesehatan seperti Suvital, Vitamin A, Safe Mother Had, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) serta Hak-hak reproduksi perempuan dan sebagainya.
Melihat pada masa itu, Fatayat NU Cabang Jepara dihadapkan adanya berbagai macam masalah dan krisis, baik krisis ekonomi, krisis sosial, krisis moral, krisis kepercayaan dan disintegrasi bangsa yang kemudian menyatu melahirkan orde Reformasi. Fatayat NU mengadakan pengajian solidaritas kemanusiaan dengan menghadirkan tokoh seni dan budaya yaitu Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Pengajian yang bertema “Pertobatan Semesta Solidaritas Kemanusiaan” yang mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat dan pemerintah itu bertujuan untuk mempersatukan umat dalam rangka membangun masa depan Jepara lebih baik. Pengajian tersebut dilaksanakan tepat tanggal 15 November 1999 sekaligus memperingati hari pahlawan dan peringatan Rajabiyah.[14]Kegiatan tersebut sekaligus mengakhiri 2 periode kepemimpinan Hj. Ashfiyah.
Pada masa kepemimpinan Hj. Ashfiyah selama dua periode yaitu 1994-2000. Pada tahun-tahun pertama kepemimpinannya lebih mengfokuskan pada penanaman pemahaman organisasi Fatayat NU itu sendiri terhadap anggota. Selain itu juga kegiatan-kegiatan di beberapa bidang sudah berjalan dan berkembang. Namun pada saat itu, peran serta perempuan dalam publik belum bisa dikatakan muncul atau signifikan. Hal itu dikarenakan kualitas perempuan itu sendiri masih dibawah kaum laki-laki. Kesenjangan gender masih terlihat sekali pada saat itu. Salah satunya karena ketidak mandirian perempuan dalam bidang ekonomi. Selain itu, peran serta perempuan dalam bidang politik dari kalangan Fatayat NU dapat dikatakan minim atau tidak ada. Ranah politik pada saat itu masih menjadi hal tabu dan hanya laki-laki saja yang pantas didalamnya.
Pada masa akhir kepemimpinan Hj. Aliyah situasi negara memanas karena peralihan masa Orde Baru menju era Reformasi. Isu-isu Reformasi saat itu yang berkembang pesat adalah kesetaraan gender dan peningkatan partisipasi masyarakat. Namun PC Fatayat NU Jepara kurang begitu merespon dengan adanya isu-isu tersebut, sehingga pengaktualisasian perempuan saat itu tidak berdampak signifikan meskipun memasuki era Reformasi.
Berangkat dari kondisi, situasi saat itu pasca Reformasi dan didukung adanya Instruksi Presiden (Inpres) tahun 2000 terkait pengarusutamaan gender. Kepengurusan selanjutnya yang dipimpin oleh Dra. Lathifah bertekad akan mengangkat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang semasa sebelumnya minimnya perempuan dan kualitas perempuan yang masih rendah. Keprihatinan keadaan saat itu, seperti ranah politik yang dikuasai oleh kaum laki-laki dan ketergantungan perempuan terhadap laki-laki karena kurangnya terampil dalam bidang ekonomi yang terkadang menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Kesadaran akan diri perempuan juga kurang terutama dalam kesehatan, resiko melahirkan sangat tinggi namun banyak yang mengabaikan.
Pada periode 2000-2007 (yang merupakan jangka waktu penelitian ini) diketuai oleh Dra. Lathifah selama dua periode berturut-turut. Periode ini lebih menekankan kepada pemberdayaan perempuan dan menjawab isu-isu atau tantangan setelah Reformasi. Hal itu direalisasikan dalam bidang-bidang kegiatan diantaranya: bidang pendidikan dan kader, penerangan dan dakwah, sosial-ekonomi dan kesehatan. Pemaparan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Selama dua periode kepemimpinan Dra. Lathifah tahun 2000-2007, tentunya mengalami kendala-kendala serta hambatan yang harus diselesaikan. Secara umum kendala yang dihadapi PC Fatayat NU Jepara dapa diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1.      Masalah kaderisasi dan sistem rekturtmen pengurus (SDM).
2.      Terkait sistem managemen organisasi.
3.      Pendanaan.
4.      Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki oleh organisasi
Hambatan-hambatan tersebut tidak serta merta dibiarkan begitu saja. Pengurus memiliki sikap antisipatif akan hal-hal tersebut diatas. Langkah-langkah yang diambil antara lain:
Pertama, masalah kaderisasi dan sistem rektutmen, pengurus sudah mengantisipasi dengan beberapa langkah, yaitu dengan membenahi sistem rekrutmen melalui pelatihan kader dan membentuk pelatihan-pelatihan yang berorientasi pada peningkatan kemampuan serta ketrampilan individu Fatayat NU. Selain itu juga lebih mengenalkan dan memahami Fatayat NU dengan cara berdiskusi serta memperbanyak silaturahim ke tokoh-tokoh untuk memperkaya informasi. Dan hal itu juga untuk lebih memberdayakan perempuan baik didalam maupun diluar organisasi, kader diberi ruang yang luas untuk mengaktualisasikan diri dan berperan aktif dalam berbagai kegiatan dalam Fatayat NU maupun yang diselenggarakan oleh organisasi mitra.
Kedua, untuk mengatasi masalah terkait managemen organisasi, langkah yang diambil sebagai berikut:  mensosialisasikan keputusan-keputusan organisasi baik dari hasil kongres, konferensi maupun  rapat pengurus yang dilaksanakan secara rutin. Selain membenahi sistem pelaporan/pertanggungjawaban sebuah kegiatan juga harus diadakan evalusai dan hasilnya disosialisasikan keseluruh organisasi. Pengurus juga melakukan pendataan potensi organisasi baik tentang anggota maupun intitusi dan lembaga-lembaga yang dimiliki.
Ketiga, pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola organisasi terutama agar terwujudnya sebuah kegiatan. Idealnya sebuah organisasi mampu membiayai sendiri melalui iuran anggota ataupun cara yang lainnya sebagaimana diatur dalam konstitusi organisasi. Namun, dalam kenyataannya sumber pendanaan yang bersifat tetap belum dieksplorasi dan diatur secara optimal, sehingga organisasi masih sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan pengurus dalam menggalang dana. Tentu saja hal ini tidak dapat diandalkan untuk mengelola organisasi secara profesional. Beberapa alternatif yang telah dilakukan sebagai upaya penghimpunan dana di Fatayat NU antara lain:
a.       Kerjasama program dengan instansi terkait.
b.      Mempresentasikan proposal kegiatan kepada lembaga/perorangan.
c.       Mendorong terwujudnya iuran secara rutin.
d.      Mengembangkan uang kas Fatayat untuk usaha, dan hasilnya dapat digunakan untuk menghidupkan kegiatan organisasi. Salah satu contohnya yaitu berdirinya BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) Artha Abadi menggantikan Koperasi Annisa yang tidak berjalan dengan baik.
Keempat, dalam menjalankan organisasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi untuk mengembangkan organisasi guna lebih baik. Peralatan yang dimiliki oleh Fatayat NU masih manual dan kantor kesekretariatannya belum ada. Untuk mengantisipasi hal itu, untuk kelengkapan administratif suatu kegiatan atau organisasi sebisa mungkin menggunakan alat-alat seperti komputer dimanapun pengurus bekerja. Oleh karena kantor belum tersedia, arsip-arsip dan perlengkapan organisasi disimpan di rumah pengurus masing-masing. Gedung NU di Kabupaten Jepara yang termasuk didalamnya kantor-kantor badan otonom NU baru diresmikan tahun 2009.



[1]Ibid.
[2]Hasil wawancara dengan Endah Setyorini (Putri dari Hj. Shehah Abdillah dan Wakil Sekretaris  PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 12 April 2013.
[3]Hasil wawancara dengan Hj. Ashfiyah  Mudzakir (Ketua PC Fatayat NU Jepara, periode1994-2000), tanggal 24 April 2013.
[4]Ibid.
[5]Hasil wawancara dengan Dra. Nurul Maziyah (Wakil Ketua II PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 15  April 2013.
[6]Hasil wawancara dengan Hj. Ashfiyah Mudzakir (Ketua PC Fatayat NU Jepara, periode1994-2000), tanggal 24 April..
[7]Panitia Konferensi Cabang, Materi Konferensi Cabang (Jepara: PC Fatayat NU Jepara, 1997), hlm. 9.
[8]Ibid., hlm. 10.
[9]Hasil wawancara dengan Endah Setyorini.
[10]Marsudi, “Murdiyanto Ketua KNPI”, Suara Merdeka, tanggal 20 April 2007, hlm. 15.
[11]Panitia Konferensi Cabang, Materi Konferensi Cabang, hlm. 10.
[12]Hasil wawancara dengan Afiyatun Ali Ihksan (Bendahara PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 24 Mei 2013.
[13] Ruth Indiah Rahayu, “Politik Gender Orde Baru: Tinjauan Organisasi Perempuan Sejak Tahun 1980-an”, dalam Liza Hadiz, Perempaun dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004), hlm. 423.
[14]PC Fatayat NU Jepara, Laporan Pertanggung Jawaban Periode 1997-2000 (Jepara: PC Fatayat NU, 2000), hlm. 10.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku, Pesta dan Cinta : mengenang kembali Soe Hok Gie

Syakal dan I'jam