Sejarah Fatayat NU "Cabang Jepara"
Pada saat itu,
keadaan sosial masyarakat Jepara sangat memprihatinkan, khususnya di kalangan
perempuan. Hal itu didasari akan keadaan, sikap dan pandangan serta prilaku
yang dirasa berbeda atau tidak adil terhadap perempuan, kurang adanya persamaan
hak antara laki-laki dan perempuan. Selama ini perempuan hanya mempunyai
peranan yang minim dalam artian hanya seputar rumah tangga saja.
Selain itu, perempuan muda belum mempunyai wadah atau organisasi yang
menyatukan khususnya perempuan muda di kalangan NU. Oleh karena itu, PC.NU
Kabupaten Jepara menunjuk Hj. Aisyatun untuk memipin Fatayat Cabang Jepara.[1]
Namun pada masa awal pendirian ini hanya sebatas penunjukan saja, belum bisa
memenuhi tujuan dibentuknya Fatayat NU Cabang Jepara, yaitu meningkatkan
kualitas dan peranan perempuan serta memperjuangkan kesetaraan gender.
Berdirinya
Fatayat NU Cabang Jepara pada awalnya berjalan dengan sistem tunjukan yaitu
membujuk seseorang yang dianggap mampu dan bersedia dijadikan sebagai pengurus
organisasi serta menjalankan tugas dengan baik. Fatayat NU Cabang Jepara
berdiri sekitar tahun 1960-an, dengan menunjuk Hj. Aisyatun sebagai ketuanya.
Namun pada masa-masa tersebut Fatayat NU Cabang Jepara berdiri hanya sebagai
simbol saja tanpa memiliki struktur yang jelas. Selain itu setelah ditunjuk Hj.
Aisyatun sebagai ketua, Fatayat NU Cabang Jepara mengalami masa-masa sulit, pada
saat itu konflik negara carut marut. Tercatat dalam sejarah, negara sedang adu
konflik dengan kaum komunis yang dikenal dengan PKI.Hal itu juga terjadi di
Jepara, sehingga mengakibatkan stagnasi karena belum menjadi organisasi yang
utuh untuk menjalankan tugas sebagaimana mestinya.[2]
Konflik negara yang carut marut ikut mempengaruhi usaha-usaha Fatayat NU untuk
mencapai tujuannya. Pada saat itu, perempuan muda khususnya dalam naungan NU
belum memiliki ruang yang cukup untuk mengaktualisasikan diri dalam publik dan
dapat dikatakan belum mendapat kesempatan karena keadaan tersebut.
Setelah sekian
lama Fatayat NU Cabang Jepara hanya sebuah nama saja,pada
tahun 1974 Hj. Shehah Abdillah selaku Pengurus Cabang NU Jepara menunjuk Hj.
Aliyah untuk menghidupkan kembali Fatayat NU Cabang Jepara. Sebagai organisasi
yang telah lama vakum dan tidak berbentuk, melalui
usaha yang dilakukan Hj. Aliyah Fatayat NU Cabang Jepara tahap demi tahap
menjadikan Fatayat NU sebagai organisasi yang utuh. Pada masa-masa awal
kepemimpinannya dalam tubuh organisasi hanya ketua saja yang terisi. Setelah
itu, sebagai ketua melakukan perekrutan anggota melalui
berbagai cara, diantaranya melalui
pengajian rutin yang dilakukan oleh Hj. Aliyah, dan kebetulan Hj. Aliyah
merupakan seorang da'iyah yang sering mengisi pengajian di berbagai daerah di
Jepara. Pengajian rutin tersebut selain digunakan sebagai sarana dakwah,
juga digunakan oleh Fatayat NU Cabang Jepara sebagai sarana pengenalan diri
atau sarana menarik masyarakat sekitar untuk bergabung dalam keanggotaan
ataupun kepengurusan di Fatayat NU Cabang Jepara. Selain melalui
pengajian rutin, cara merekrut anggota melalui rekomendasi dari PCNU Jepara
sendiri atau sekiranya menunjuk orang yang mampu dan berkompeten dalam
menjalankan tugas-tugasnya dalam organisasi.[3]
Kepemimpinan
Hj. Aliyah berlangsung dari tahun 1974 hingga 1984. Dalam
kepemimpinan tersebut, Hj, Aliyah belum sepenuhnya menjalankan Fatayat NU
Cabang Jepara sebagai organisasi yang memiliki program kerja yang jelas. Yang
menjadi fokus dalam kepemimpinannya adalah merekrut anggota dan berupaya
melengkapi struktur organisasi agar dapat berjalan dengan semestinya.
Sekembalinya dari masa vakum setelah kepemimpinan Hj. Aliyah, tentunya
mengalami kesulitan-kesulitan atau hambatan. Pada masa itu, Fatayat NU Cabang
Jepara dihadapkan pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, yang pada masa itu ada sesuatu yang
membelenggu bagi para perempuan yang terikat instansi pemerintahan. Tidak
adanya kebebasan saat itu yang menjadikan para Pegawai
Negeri Sipil tidak berani mengikuti organisasi selain dari pemerintah. SemisalPKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Namun pada masa
ini, Fatayat NU Cabang berhasil membentuk Pimpinan Anak Cabang di tingkat
kecamatan seperti Kecamatan Jepara, Mlonggo dan Tahunan. Pada tahun 1979
Fatayat NU Cabang Jepara bergabung dengan GOW (Gabungan Organisasi Wanita) tetapi belum berkontribusi.[4]
Pada masa
kepemimpian Hj. Aliyah, Fatayat NU dihadapakan pada permasalahan yang berbeda,
yaitu menghadapi rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Gerak Fatayat NU
dibatasi dan mendapat tekanan dari pemerintah hanya membolehkan Pegawai Negeri
Sipil mengikuti organisasi yang direstui, yaitu PKK. Kegiatan pada masa ini
setelah kevakuman kepengurusan sebelumnya hanya seputar keagamaan yaitu ceramah
pengajian dalam rangka mensosialisasikan dan merekrut anggota. Belum adanya
sistem yang jelas dalam perekrutan anggota serta dasar atau pondasi organisasi
yang belum kuat membuat Fatayat kembali mengalami masa vakum setelah kepergian
Hj. Aliyah.
Antara tahun
1985 hingga 1993 Fatayat NU Cabang Jepara kembali mengalami kemandekan baik
secara organisasi maupun kegiatan. Hal ini terjadi disebabkan
oleh pertama kepergian Hj. Aliyah selaku ketua pergi ke Arab Saudi karena
terbentur faktor ekonomi. Yang kedua, kevakuman Fatayat NU Cabang Jepara
dikarenakan belum memiliki struktur organisasi yang utuh dan tidak berjalan
dengan baik. Ketiga, kurangnya rasa memiliki yang tertanam dalam diri para
kader atau anggota saat itu. Selain itu juga para kader menghadapi situasi
sulit yaitu
berbenturan dengan kebijakan pemerintah Orde Baru
yang tidak membebaskan perempuan Pegawai
Negeri Sipil untuk mengikuti organisasi selain dari pemerintah, saat itu PKK.[5]
Pada tahun 1993
dapat dikatakan Fatayat NU Cabang Jepara hidup kembali. Kesadaran untuk
menghidupkan kembali muncul dari kader-kader yang secara berjenjang dibawah
Fatayat NU, yaitu IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama), karena
mereka merasa usianya sudah tidak pantas lagi berkiprah di IPPNU, para kader
IPPNU itu berinisiatif menghidupkan
kembali Fatayat NU. Gebrakan ini dipelopori oleh Hj. Ashfiyah Mudzakir yang
saat itu masih menjabat sebagai sekertaris IPPNU Jepara. Setelah masa
jabatannya berakhir, Hj. Ashfiyah dan kawan-kawan
meminta restu kepada PCNU Jepara untuk mengambil kepengurusan Fatayat NU.
Berdasarkan mufakat bersama melalui konferensi tanggal 31 Desember 1993,
ditunjuklah Hj. Ashfiyah Mudzakir menjadi ketua Fatayat NU Cabang Jepara dalam
kurun waktu 1994-1997.[6]
Melalui
konferensi tersebut, terbentuklah jajaran kepengurusan lengkap beserta program
kerja masing-masing pengurus. Langkah selanjutnya yaitu mengenalkan kembali Fatayat NU Cabang Jepara setelah sekian lama
vakum. Sosialisasi yang dilakukan sesuai dengan amanat konferensi,
Pengurus Fatayat NU Cabang Jepara
mengirimkan hasil-hasil konferensi kepada semua anak cabang yang saat itu baru
ada 3 anak cabang (Jepara, Tahunan dan Mlonggo).[7]
Selain itu juga meminta surat pengesahan dari Pucuk Pimpinan Fatayat NU dengan
rekomendasi dari Pengurus Wilayah Jawa Tengah dengan Nomor :
229/PPF/KEP/VIII/1994. Setelah itu, Fatayat NU Cabang Jepara mengadakan
audiensi kepada Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama dan Pengurus Cabang Syuriah
Nahdhatul Ulama guna memohon do'a dan restu atas terbentuknya kepengurusan
tersebut.[8]
Selain itu pola
hubungan Fatayat NU Cabang Jepara dengan pemerintah saat itupun mulai terjalin
baik, 26 April 1994 pengurus Fatayat NU Cabang Jepara melakukan konsolidasi
dengan Bupati Jepara Bambang Purwadiguna menyampaikan kebijakan-kebijakan
organisasi dan meminta penjelasan terkait program pemerintah yang ada kaitannya
dengan masyarakat khususnya Fatayat serta menjalin kerjasama dan hubungan yang
baik. Hal ini dapat dikatakan berhasil, terbukti bahwa pada berbagai acara yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Fatayat NU Cabang Jepara selalu dilibatkan, misalnya
acara peringatan hari-hari besar Nasional dan hari-hari besar Islam yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).[9]
Pada tahun
1994-1997 Fatayat NU berkembang pesat secara organisatoris. Pada periode ini
keorganisasian Fatayat NU Cabang Jepara mengalami kemajuan yang bagus, baik
dari segi kegiatannya maupun eksistensinya dalam pergerakan perempuan di Jepara
seperti terlibat dalam organisasi lain seperti GOW. Pada masa ini, Fatayat NU
menjalin kembali hubungan dengan GOW (Gabungan Organisasi Wanita) di Jepara.
Meskipun Fatayat NU bergabung dengan GOW sejak tahun 1979 barulah pada periode
1994-1997 pada masa kepemimpinan Hj. Ashfiyah Fatayat NU Cabang Jepara
menempatkan dua wakilnya dijajaran pengurus GOW yaitu Hj. Siti Maryam dan
Alfiyah Muhibbi sampai periode selanjutnya. Dengan mengikuti berbagai kegiatan
yang ada di GOW, Fatayat NU termasuk salah satu organisasi aktif yang ada di
GOW. Hal itu dibuktikan dengan penunjukan Fatayat NU oleh GOW untuk mewakili
Kabupaten Jepara dalam lomba Kadarkum (Keluarga Sadar Hukum) sekaresidenan
Pati dan meraih juara I dan menjadijuara
harapan
I dalam tingkat Provinsi Jawa Tengah. Selain di GOW, Fatayat NU juga menjalin
hubungan dengan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dengan menempatkan 3
wakilnya sebagai pengurus KNPI DPD II Kabupaten Jepara, yaitu Dra. Nurul
Maziyah, Dra. Latifah dan Ir. Marfu'ah.
Namun beberapa tahun kemudian KNIP vakum dan
kembali hidup lagi pada tahun 2007 dengan ditunjuk Murdiyanto sebagai ketua
pada acara Muskab (Musyawarah Kabupaten).[10]
Pada periode
ini, kegiatan yang
dilakukan Fatayat NU cenderung bersifat meningkatkan ketrampilan anggota dengan
mengikutsertakan pada acara-acara seminar yang diadakan oleh INISNU (Institut Agama
Islam Nahdhatul Ulama), DPC PPP (Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan dan
Pembangunan) dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Jepara dan sebagainya. Selain itu, Pengurus Cabang juga mengadakan pembinaan ke Anak
Cabang dengan cara turba (turun
ke bawah)
ke daerah-daerah yang dimulai awal tahun 1994. Dalam periode ini tercatat ada
12 Anak Cabang dan 192 Ranting yang aktif melakukan berbagai kegiatan.[11]
Dalam lingkup
organisasi, Fatayat NU berkembang pesat melalui berbagai bidang dengan program
kerjanya masing-masing. Bidang pendidikan dan pengkaderan berhasil melaksanakan
Pelatihan Kader yang bekerjasama dengan Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Anshor
(PC GP. Anshor), kegiatan tersebut dihadiri 42 peserta dan dilaksanakan
pada tanggal 11-13 Juli 1994. Selain itu, Fatayat NU mengadakan kursus
management organisasi dan wawasan kebangsaan pada tanggal 30 Desembar 1994. Dalam
bidang sosial ekonomi, Fatayat NU bersama dengan Muslimat NU bekerjasama dengan
Departemen Koperasi Kabupaten Jepara mengadakan pembekalan koperasi pada
tanggal 30 Agustus 1996. Dari pembekalan koperasi ini melahirkan kesepakatan untuk membentuk Pengurus Koperasi “Annisa” pada tanggal 4 September
1996, namun untuk menjalankan koperasi itu terbentur berbagai kendala sehingga
Fatayat NU menjalankan koperasi kecil-kecilan yang dinamakan Warung Fatayat di
pengajian-pengajian rutin Fatayat dengan usaha memenuhi bahan-bahan konsumsi.[12]
Kegiatan diberbagai bidang pada masa kepengurusan ini cukuplah banyak dan
berkembang.
Pada periode
1997-2000 Hj. Ahsfiyah kembali terpilih menjabat sebagai ketua Fatayat NU untuk
kedua kalinya. Periode ini bersifat melanjutkan dan mengembangkan
program-program yang sudah ada serta menambah dibagian-bagian tertentu. Periode
kepimpinan ini merupakan masa menjelang dan berlangsungnya masa Reformasi,
dimana pada masa ini terjadi penuntutan akan hak dan kebebasan. Salah satu
tuntutannya adalah penyetaraan hak dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki
(kesetaraan gender). Dampak dari tuntutan tersebut memunculkan
kegiatan-kegiatan perempuan yang berspektif gender, misalnya Fatayat NU Jepara
sering mengikuti pelatihan Analisis Gender dan kemudian dikembangkan dalam
lingkungan Fatayat. Masa ini juga ditandai dengan berdirinya beberapa
organisasi-organisasi perempuan yang mencoba mengusung kepentingan-kepentingan
perempuan. Entah berbentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang tidak memiliki
kepengurusan yang hierarkis serta tidak memiliki keanggotaan tetap di
masyarakat ataupun berbentuk organisasi kemasyarakat (Ormas). Akan tetapi
keberadaan organisasi-organisasi tersebut terkooptasi oleh hadirnya organisasi
tandingan yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru, yaitu PKKdan Dharma Wanita.[13]
Meskipun
menghadapi masa Reformasi, Fatayat NU Cabang Jepara semakin menekankan diri
pada pembekalan anggota dan upaya pemberdayaan perempuan lebih lagi. Selain
mengikuti pelatihan Analisis Gender, Fatayat NU juga mengadakan kembali Latihan
Kader Dasar (LKD) bekerjasama dengan GP Ansor. Fatayat NU juga membekali
anggotanya dengan mengadakan pelatihan jurnalistik. Tidak hanya dibidang
pendidikan saja, dalam bidang ekonomi Fatayat NU berhasil
menghidupkan koperasi “Annisa” meskipun baru terlaksana di tingkat cabang. Adapun dalam bidang kesehatan, Fatayat NU
mempunyai andil besar yaitu ikut serta
mensosialisasikan beberapa program kesehatan seperti Suvital, Vitamin A, Safe
Mother Had, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
serta Hak-hak reproduksi perempuan dan sebagainya.
Melihat pada
masa itu, Fatayat NU Cabang Jepara dihadapkan adanya berbagai macam masalah dan
krisis, baik
krisis ekonomi, krisis sosial, krisis moral, krisis kepercayaan dan disintegrasi
bangsa yang kemudian menyatu melahirkan orde Reformasi. Fatayat NU mengadakan
pengajian solidaritas kemanusiaan dengan menghadirkan tokoh seni dan budaya
yaitu Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Pengajian yang bertema “Pertobatan Semesta
Solidaritas Kemanusiaan” yang mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat dan
pemerintah itu bertujuan untuk mempersatukan umat dalam rangka membangun masa
depan Jepara lebih baik. Pengajian tersebut dilaksanakan tepat tanggal 15
November 1999 sekaligus memperingati hari pahlawan
dan peringatan Rajabiyah.[14]Kegiatan
tersebut sekaligus mengakhiri 2 periode kepemimpinan Hj. Ashfiyah.
Pada masa
kepemimpinan Hj. Ashfiyah selama dua periode yaitu 1994-2000. Pada tahun-tahun
pertama kepemimpinannya lebih mengfokuskan pada penanaman pemahaman organisasi
Fatayat NU itu sendiri terhadap anggota. Selain itu juga kegiatan-kegiatan di
beberapa bidang sudah berjalan dan berkembang. Namun pada saat itu, peran serta
perempuan dalam publik belum bisa dikatakan muncul atau signifikan. Hal itu dikarenakan
kualitas perempuan itu sendiri masih dibawah kaum laki-laki. Kesenjangan gender
masih terlihat sekali pada saat itu. Salah satunya karena ketidak mandirian
perempuan dalam bidang ekonomi. Selain itu, peran serta perempuan dalam bidang
politik dari kalangan Fatayat NU dapat dikatakan minim atau tidak ada. Ranah
politik pada saat itu masih menjadi hal tabu dan hanya laki-laki saja yang
pantas didalamnya.
Pada masa akhir
kepemimpinan Hj. Aliyah situasi negara memanas karena peralihan masa Orde Baru
menju era Reformasi. Isu-isu Reformasi saat itu yang berkembang pesat adalah
kesetaraan gender dan peningkatan partisipasi masyarakat. Namun PC Fatayat NU
Jepara kurang begitu merespon dengan adanya isu-isu tersebut, sehingga
pengaktualisasian perempuan saat itu tidak berdampak signifikan meskipun
memasuki era Reformasi.
Berangkat dari
kondisi, situasi saat itu pasca Reformasi dan didukung adanya Instruksi
Presiden (Inpres) tahun 2000 terkait pengarusutamaan gender. Kepengurusan
selanjutnya yang dipimpin oleh Dra. Lathifah bertekad akan mengangkat
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang semasa sebelumnya minimnya
perempuan dan kualitas perempuan yang masih rendah. Keprihatinan keadaan saat
itu, seperti ranah politik yang dikuasai oleh kaum laki-laki dan ketergantungan
perempuan terhadap laki-laki karena kurangnya terampil dalam bidang ekonomi
yang terkadang menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Kesadaran akan diri
perempuan juga kurang terutama dalam kesehatan, resiko melahirkan sangat tinggi
namun banyak yang mengabaikan.
Pada periode
2000-2007 (yang merupakan jangka waktu penelitian ini) diketuai oleh Dra.
Lathifah selama dua periode berturut-turut. Periode ini lebih menekankan kepada
pemberdayaan perempuan dan menjawab isu-isu atau tantangan setelah Reformasi.
Hal itu direalisasikan dalam bidang-bidang kegiatan diantaranya: bidang
pendidikan dan kader, penerangan dan dakwah, sosial-ekonomi dan kesehatan.
Pemaparan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Selama dua
periode kepemimpinan Dra. Lathifah tahun 2000-2007, tentunya mengalami
kendala-kendala serta hambatan yang harus diselesaikan. Secara umum kendala
yang dihadapi PC Fatayat NU Jepara dapa diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1.
Masalah kaderisasi dan sistem rekturtmen pengurus (SDM).
2.
Terkait sistem managemen organisasi.
3.
Pendanaan.
4.
Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki oleh
organisasi
Hambatan-hambatan
tersebut tidak serta merta dibiarkan begitu saja. Pengurus memiliki sikap
antisipatif akan hal-hal tersebut diatas. Langkah-langkah yang diambil antara
lain:
Pertama,
masalah kaderisasi dan sistem rektutmen, pengurus sudah mengantisipasi dengan
beberapa langkah, yaitu
dengan membenahi sistem rekrutmen melalui pelatihan kader dan membentuk
pelatihan-pelatihan yang berorientasi pada peningkatan kemampuan serta
ketrampilan individu Fatayat NU. Selain itu juga lebih mengenalkan dan memahami
Fatayat NU dengan cara berdiskusi serta memperbanyak silaturahim ke tokoh-tokoh
untuk memperkaya informasi. Dan hal itu juga untuk
lebih memberdayakan perempuan baik didalam maupun diluar organisasi, kader
diberi ruang yang luas untuk mengaktualisasikan diri dan berperan aktif dalam
berbagai kegiatan dalam Fatayat NU maupun yang diselenggarakan oleh organisasi
mitra.
Kedua,
untuk mengatasi masalah terkait managemen organisasi, langkah yang diambil
sebagai berikut: mensosialisasikan
keputusan-keputusan organisasi baik dari hasil kongres, konferensi maupun rapat pengurus yang dilaksanakan secara
rutin. Selain membenahi sistem pelaporan/pertanggungjawaban sebuah kegiatan juga harus
diadakan evalusai dan
hasilnya disosialisasikan keseluruh organisasi. Pengurus juga
melakukan pendataan potensi organisasi baik tentang anggota maupun intitusi dan
lembaga-lembaga yang dimiliki.
Ketiga,
pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola organisasi
terutama agar terwujudnya sebuah kegiatan. Idealnya
sebuah organisasi mampu membiayai sendiri melalui iuran anggota ataupun cara
yang lainnya sebagaimana diatur dalam konstitusi organisasi. Namun, dalam
kenyataannya sumber pendanaan yang bersifat tetap belum dieksplorasi dan diatur
secara optimal, sehingga
organisasi masih sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan pengurus dalam
menggalang dana. Tentu saja hal ini tidak dapat diandalkan untuk mengelola
organisasi secara profesional. Beberapa alternatif yang telah dilakukan sebagai
upaya penghimpunan dana di Fatayat NU antara lain:
a.
Kerjasama program dengan instansi terkait.
b.
Mempresentasikan
proposal kegiatan kepada lembaga/perorangan.
c.
Mendorong terwujudnya iuran secara rutin.
d.
Mengembangkan uang kas Fatayat untuk usaha, dan hasilnya dapat
digunakan untuk menghidupkan kegiatan organisasi. Salah satu contohnya yaitu berdirinya BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)
Artha Abadi menggantikan Koperasi Annisa yang tidak berjalan dengan baik.
Keempat, dalam
menjalankan organisasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi untuk
mengembangkan organisasi guna lebih baik. Peralatan yang dimiliki oleh Fatayat
NU masih manual dan kantor kesekretariatannya belum ada. Untuk mengantisipasi hal
itu, untuk kelengkapan administratif suatu kegiatan atau organisasi sebisa
mungkin menggunakan alat-alat seperti komputer dimanapun pengurus bekerja. Oleh karena kantor belum
tersedia, arsip-arsip dan perlengkapan organisasi disimpan di rumah pengurus
masing-masing. Gedung NU di Kabupaten Jepara yang termasuk didalamnya
kantor-kantor badan otonom NU baru diresmikan tahun 2009.
[1]Ibid.
[2]Hasil wawancara dengan Endah Setyorini (Putri dari
Hj. Shehah Abdillah dan Wakil Sekretaris
PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 12 April 2013.
[3]Hasil wawancara dengan Hj. Ashfiyah Mudzakir (Ketua PC Fatayat NU Jepara,
periode1994-2000), tanggal 24 April 2013.
[4]Ibid.
[5]Hasil wawancara dengan Dra. Nurul Maziyah (Wakil
Ketua II PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 15 April 2013.
[6]Hasil wawancara dengan Hj. Ashfiyah Mudzakir
(Ketua PC Fatayat NU Jepara, periode1994-2000), tanggal 24 April..
[7]Panitia Konferensi Cabang, Materi Konferensi
Cabang (Jepara: PC Fatayat NU Jepara, 1997), hlm. 9.
[8]Ibid., hlm. 10.
[9]Hasil wawancara dengan Endah Setyorini.
[11]Panitia Konferensi Cabang, Materi Konferensi
Cabang, hlm. 10.
[12]Hasil wawancara dengan Afiyatun Ali Ihksan
(Bendahara PC Fatayat NU Jepara, periode 1994-1997), tanggal 24 Mei 2013.
[13] Ruth Indiah Rahayu, “Politik Gender Orde Baru: Tinjauan
Organisasi Perempuan Sejak Tahun 1980-an”,
dalam Liza Hadiz, Perempaun dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta:
LP3ES, 2004), hlm. 423.
[14]PC Fatayat NU Jepara, Laporan Pertanggung
Jawaban Periode 1997-2000 (Jepara: PC Fatayat NU, 2000), hlm. 10.
Komentar