Latar Belakang Kelahiran Fatayat NU
Fatayat
NU merupakan salah satu organisasi perempuan bagian dari organisasi
Islam terbesar di Indonesia yaitu NU, dan menjadikan NU sebagai induk
organisasi. Dengan demikian Fatayat
NU mempunyai prinsip keorganisasian yang sama dengan NU yaitu lebih
berpegang teguh kepada doktrin toleransi, akomodatif dan berupaya
memperjuangkan tradisi pengamalan dan pemahaman ajaran Islam yang
sesuai dengan budaya Indonesia. Dengan kata lain, NU menetapkan diri
sebagai pengawal tradisi dengan mempertahankan faham Ahlu
Sunnah wal Jama'ah.[1]
Organisasi
NU adalah salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang
didirikan tahun 31 Januari 1926 di Surabaya.[2]Pada awal berdirinya,
NU merupakan organisasi sosial keagamaan, sebagaimana tercantum dalam
Anggaran Dasar organisasi yaitu ingin mempertahankan dan
mengembangkan Islam secara murni dan konsekwen dengan
memegangi madzhab empat yaitu Hanafi,
Maliki, Syafi'i dan Hambali.[3]Selain itu juga NU mendasarkan faham
keagamaannya kepada sumber utama Islam yaitu Al-Qur'an, Sunnah, Ijma'
dan Qiyas.
Demi
usaha NU untuk mengembangkan sayapnya sampai ke daerah-daerah di
Indonesia, NU mengambil kebijaksanaan
untuk membentuk badan-badan yang melibatkan para generasi mudanya,
seperti, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama)
yaitu organisasi yang merupakan wadah tempat berhimpun putra-putra
Nahdhatul Ulama, IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama) yaitu
suatu organisasi remaja yang merupakan tempat berhimpun putri-putri
NU, GP (Gerakan Pemuda) Anshor adalah sebuah organisasi pemuda yang
bernaung di bawah NU sebagai badan otonom juga. Fatayat NU adalah
suatu organisasi pemudi (perempuan muda) Islam yang merupakan salah
satu badan otonom NU.[4] Fatayat NU sebagai salah satu
organisasi di bawah naungan NU yang menangani aktifitas para pemudi,
keberadaanya sangat dibutuhkan oleh NU, mengingat organisasi ini
cukup menjadi media untuk mensosialisasikan program-programnya di
kalangan generasi muda.[5]
Fatayat
NU berdiri secara resmi, melalui Surat Keputusan PBNU No. 574/U/Peb,
tertanggal 26 Robi'ut Tsani 1369/14 Februari 1950. Sebelum turunnya
SK tersebut telah dilakukan rintisan awal melalui keikutsertaan para
pemudi NU dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh NU itu
sendiri dan ikut berpartisipasi dalam rangka memeriahkan muktamar NU.
Setelah itu, lahirlah istilah Pemudi Muslimat NU, Puteri Muslimat NU
bahkan ada yang menyebut Fatayat NU. Pada tahun 1946 Fatayat NU
berdiri melalui muktamarnya di Purwokerto dan ikut dalam muktamar
tersebut yaitu Murthosiyah (Surabaya), Khuzaimah Mansur (Gresik) dan
Aminah (Sidorejo), yang kemudian ketiga orang ini dikenal
sebagai tiga serangkai. Ditandai
dengan tiga orang tersebut, secara informal berdiri Fatayat NU di
Surabaya, Gresik, Sidorejo meski tanpa ada pengakuan dari PBNU, maka
dibentuklah Dewan Pimpinan Fatayat NU dimana tiga serangkai tersebut
sebagai pengurusnya.
Untuk
mengetahui kelahian dari Fatayat NU tahun 1950 didorong oleh
faktor-faktor penting antara lain:[6] pertama,
pada awal tahun limapuluhan itu telah diterima gagasan yang sangat
santer di kalangan Masyumi untuk memberi kepanjangan nama
“Masyumi” menjadi “Majelis
Syura Muslimin Indonesia” sebagai partai politik Islam Masyumi.
Sebelum itu namanya adalah MIAI (Majlis Islam A’la
Indonesia), perubahan arti daripadanya sangat
terasa. Sejak saat itulah kecenderungan dalam kepemimpinan Masyumi
adalah tampilnya tenaga-tenaga non-ulama mendominasi elite
kepemimpinan Masyumi, kecenderungan
ini jelas meresahkan ulama-ulama NU.
Kedua,
ANO (Angkatan Nahdhatul Oelama') sudah terlebih dahulu
memproklamirkan diri menjadi sebuah organisasi pemuda yang terlepas
dari GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), dan mengubah
namanya menjadi GP Anshor.[7] Derasnya siaran-siaran dan
penerbitan yang dikeluarkan oleh pucuk pimpinan GP Anshor yang
mengkritik kebijaksanaan politik Masyumi, dirasakan banyak manfaatnya
bagi perjuangan NU yang sudah melangkah kedalam percaturan politik
Nasional.
Ketiga,
tumbuhnya rasa percaya diri (self
reliance) dikalangan
pemimpin-pemimpin NU, sehingga tidak ingin menggantungkan
keberadaannya dan keberadaan sayap-sayap
perjuangannya kepada orang lain. Dalam hal ini, NU tidak ingin
menggantungkan sayap perjuangan dibidang keputrian hanya kepada GPII
putri.
Keempat,
langkah NU dalam bidang kepemudaan putri dengan membentuk Fatayat NU,
termasuk salah satu langkah persiapan bagi NU sebelum memisahkan diri
dari Masyumi dan berdiri sendiri sebagai partai politik pada tahun
1952.
Kelima,
pada tahun 1950-an itu pandangan pemimpin-pemimpin NU yang sudah
berdimensi nasional, dan mecakup aspek-aspek perjuangan yang lebih
luas, tidak hanya sekedar pendidikan dan pondok pesantren, pembinaan
remaja-remaja putri NU yang kian hari kian bertambah banyak, tidak
akan dapat ditangani oleh NU sendiri, tanpa adanya aparat pembinaan
yang khusus.
Keenam,
kondisi politik nasional pada waktu itu sedikit menguntungkan posisi
NU yang nasionalistik dalam hal menentang persetujuan keamanan
kolektif dengan Amerika Serikat yang
ditandantangani oleh menteri Luar Negeri Subardjo dari Masyumi, yang
merupakan salah satu embrio lahirnya SEATO (Southeast
Asia Treaty Organization) pada
tahun 1954. Waktu itu presiden RI
Soekarno menolak MSA(Mutual Security
Act) mendekatkan hubungan NU dengan PNI
(Partai Nasional Indonesia) yang juga menolak, dan dengan Soekarno
yang menjadi Presiden RI posisi NU ternyata sangat strategis,
menentukan peluang NU untuk berperan dikemudian hari sesudah
memisahkan diri dari Masyumi.
Situasi
tersebut merupakan hal yang mendorong kelahiran Fatayat
NU. Muktamarnya ke 18 di Jakarta tahun
1950, NU menetapkan secara resmi Fatayat NU sebagai badan otonom dari
NU untuk mengorganisir pemudi-pemudi NU, Dewan Pimpinan Fatayat NU
diubah menjadi Pucuk Pimpinan Fatayat NU dan yang menjadi Ketua I
ialah Nihayah Bakri dari Surabaya.[8]
Organisasi
Fatayat NU dilambangkan oleh setangkai bunga melati tegak di atas dua
helai daun dalam sebuah bintang besar dikelilingi 8 (delapan) bintang
kecil dengan dilingkari tali persatuan. Lambang Fatayat NU dilukiskan
dengan warna putih di atas dasar hijau, dan dibawahnya bertuliskan
FATAYAT NU[9]. Arti dari lambang
Fatayat NU:[10]
1. Setangkai
bunga melati melambangkan niat yang suci.
2. Tegaknya
bunga melati di atas dua helai daun berarti dalam
setiap gerak langkahnya, Fatayat NU tidak lepas dari bimbingan NU dan
Muslimat NU.
3. Di
dalam sebuah bintang berarti gerak langkah, Fatayat NU selalu
berlandaskan perintah Allah SWT dan Sunnah Rasul.
4. Delapan
bintang berarti empat khalifah dan empat madzhab.
5. Dilingkari
oleh tali persatuan berarti Fatayat NU tidak keluar dari Ahlu Sunnah
wal Jama'ah.
6. Fatayat
NU adalah organisasi pemudi atau perempuan muda Islam yang
berhaluan Ahlu Sunnah
wal Jama'ah.
7. Dilukis
dengan warna putih di atas warna dasar hijau berarti kesucian dan
kebeneran.
Setiap
organisasi tentunya mempunyai asas dan tujuan tersendiri, termasuk
Fatayat NU. Asas dari Fatayat NU adalah:[11]
1. Fatayat
Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah beraqidah Islam menurut
faham Ahlu Sunnah
wal Jama'ah,
dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzab empat: Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hambali; dalam bidang akidah mengikuti Abu Hasan
al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang tasawuf
mengikuti al-Ghazali dan Junaedi al-Baghdadi.
2. Fatayat
NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berasas pada Pancasila,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun tujuan
Fatayat NU yang tercantum dalam Peraturan Dasar (PD) bab IV pasal 4
yaitu:
1. Membentuk
perempuan muda NU yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul
karimah, beramal shaleh,
cakap, bertanggungjawab, berguna bagi agama, nusa, bangsa dan negara.
2. Mewujudkan
kesetiaan dan rasa memiliki terhadap asas, aqidah dan tujuan
Nahdlatul Ulama.
Sebagai
organisasi, Fatayat NU tentunya memiliki konsep kegiatan guna
mempertahankan eksistensinya. Sebagai organisasi kepemudaan yang
bernaung dibawah NU, Fatayat NU dalam konsep kegiatannya juga harus
mengacu pada asas dan perjuangan NU, apalagi Fatayat NU merupakan
organisasi yang menjadi pokok dari
pengembangan umat dalm rangka mewujudkan atau merealisasikan
program-programnya.[12]Konsep kegiatan Fatayat NU dapat
diklasifikasikan menjadi tiga. Yaitu di bidang kaderisasi dan
pendidikan, bidang dakwah atau pengembangan Islam serta bidang sosial
kemasyarakatan. Dalam penelitian ini ketiga bidang tersebut akan
dijelaskan pada bab selanjutnya (Bab III).
Ternyata
usaha Fatayat NU dalam mencapai tujuannya tidak hanya menjalin
hubungan dengan lembaga-lembaga yang berlabel NU saja, tetapi juga
menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi lain yang mempunyai
tujuan yang sama.
Seiring
perkembangan Fatayat NU yang cukup pesat, hal itu mendapatkan respon
yang sangat baik diberbagai daerah baik di Jawa maupun diluar Jawa
yang menghendaki terbentuknya cabang-cabang, mulai dari tingkat
wilayah propinsi hingga tingkat desa. Demikian halnya di
daerah Jawa Tengah yang menghendaki adanya cabang-cabang Fatayat NU
sampai tingkat desa. Ketika pada tahun 1955 NU menjadi partai
politik, banyak pimpinan pusat dan pimpinan daerah yang turun kebawah
(turba) di berbagai wilayah termasuk di Jawa Tengah barulah Fatayat
NU dibentuk baik tingkat kabupaten
(Pimpinan Cabang), kecamatan (Pimpinan Anak Cabang) hingga tingkat
desa (Pimpinan Ranting)
Komentar