Negeri Piramida "Mesir, Apa Selanjutnya"
Kairo – Terlepas
dari apakah peristiwa 3 Juli merupakan sebuah revolusi atau kudeta
terhadap presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis
Mohamed Morsi, pemandangan jutaan rakyat Mesir yang turun ke jalanan
pada 30 Juni lalu menunjukkan bahwa Revolusi 25 Januari masih sedang
dalam proses. Meskipun cenderung memicu kekerasan dan perpecahan
sosial, inilah yang biasa terjadi dalam revolusi — penuh dengan
pasang surut serta siklus kekerasan dan perpecahan yang sering
berulang.
Berbagai peristiwa dua
pekan terakhir memang memperjelas bahwa rakyat Mesir telah menjadi
cukup kuat untuk menggulingkan rezim manapun yang gagal mewujudkan
tuntutan mereka akan “pangan, kebebasan dan keadilan sosial.”
Namun, babak-babak dalam sejarah Mesir ini telah memperburuk
perpecahan di antara orang-orang yang mendukung pemerintahan Mesir
pertama yang terpilih secara demokratis dan orang-orang yang
menggulingkannya. Tetapi, alih-alih menjadi pertanda akan kian
besarnya perpecahan dalam masyarakat Mesir, hal ini bisa menjadi awal
yang baru.
Sebuah Majelis Konstitusi
yang berimbang dan menghimpun semua pemain kunci di Mesir mesti
dibentuk untuk menyusun kembali sebuah konstitusi yang bisa
mendapatkan persetujuan dari mayoritas besar rakyat Mesir.
Sebuah rekonsiliasi
nasional sejati yang menyertakan semua faksi politik harus dimulai
sebagai prioritas yang mendesak. Dan Partai Kebebasan dan Keadilan
jelmaan al-Ikhwan al-Muslimun seharusnya menjadi bagian pentingnya,
mengingat mereka merebut suara mayoritas dalam pemilu lalu dan kini
merasa dikhianati dan diasingkan.
Proses politik ini tidak
bisa dimulai dengan sukses tanpa keikutsertaan partai-partai Islam.
Presiden sementara Adly Mansour bertanggung jawab untuk membujuk
semua partai – yang sekuler maupun Islam – untuk berdamai.
Partai-partai politik semestinya menghentikan politik dan bentrokan
jalanan dan maju ke meja perundingan.
Agar rekonsiliasi politik
tercapai, sebuah pemerintahan yang terdiri dari para teknokrat andal
perlu dibentuk untuk menjalankan negara selama masa transisi ini.
Perdana Menteri sementara, Hazem El-Beblawi, seharusnya menunjuk
kader-kader menjanjikan baik dari partai sekuler maupun partai Islam
untuk membantu Mesir terhindar dari perpecahan hingga parlemen dan
presiden baru terpilih selambatnya Februari tahun depan. Nader Bakkar
dan Ashraf Thabet dari partai Salafi, al-Nur, bisa menjadi pilihan
yang baik, khususnya saat komite rekonsiliasi nasional baru yang
diusulkan partai ini direncanakan dan dibentuk.
Semua faksi politik harus
mengesampingkan keberatan, prasangka dan bias ideologi mereka dan
mulai membantu pemerintah baru untuk melahirkan peta jalan untuk
menyelamatkan perekonomian dari kehancuran.
Jutaan rakyat Mesir turun
ke jalanan pada 30 Juni lalu karena situasi ekonomi mereka memburuk
selama setahun terakhir. Tingkat pengangguran melonjak menjadi 13
persen, tingkat inflasi mendekati 10 persen dan masalah-masalah
makanan, listrik dan bahan bakar telah memburuk dalam setahun
belakangan. Demonstran anti-Morsi menyalahkan ketidakmampuan
pemerintah yang telah terguling dalam menangani masalah-masalah
mendesak Mesir. Di sisi lain, ratusan ribu pendukung Morsi yang turun
ke jalan sejak tergulingnya Morsi yakin bahwa sulit bagi Morsi untuk
memperbaiki kondisi ekonomi hanya dalam setahun.
Siapa yang benar atau
salah bukanlah hal yang terlalu penting. Kegagalan untuk memperbaiki
kondisi ekonomi bisa membuat rakyat kehilangan kepercayaan kepada
semua elit politik dan Revolusi 25 Januari, sehingga memberi ruang
pada kediktatoran militer yang, menurut para jenderal tidak
diinginkan, bahkan oleh militer sekalipun.
Lebih dari sebelumnya,
semua partai politik perlu mundur selangkah, melakukan perenungan dan
menyadari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan selama dua tahun
terakhir untuk belajar dari kesalahan-kesalahan itu. Partai-partai
Islam maupun sekuler semestinya meninggalkan wacana yang antagonistik
jika mereka benar-benar ingin mengakhiri perpecahan di Mesir dan
mengarahkan Mesir ke jalur yang benar. Keterbukaan politik adalah
kunci agar Mesir bisa melangkah maju.
Sumber:
Kantor Berita Common Ground (CGNews), 19 Juli
2013,www.commongroundnews.org
Komentar