Semacam Catatan (tanya) Tuhan
Sebenarnya
aku sedikit khawatir, mungkin lebih tepatnya takut. Mempertanyakan
agama tanpa faham bekal pemahaman yang benar. Pertanyaannya sekarang
yang menceruat, adalah“pemahaman agama yang benar” itu seperti
apa dan bagaimana?. Melalui beberapa kesempatan melalui socmed
twitter dari seorang teman
berkata, pemahaman
yang benar (dalam kasus Islam) adalah mutlak apa yang terdapat di
Al-Qur'an dan Hadits, selain itu tidak ada kebenaran pasti. Lalu ku
jawab, relevansinya untuk saat ini bagaimana? Seperti hukum cambuk,
beristri empat? Apakah relevan dengan zaman ini?. Ia dengan yakin
menjawab, “apa yang ada di Al-Qur'an dan Hadits adalah benar, tak
perlu aku menjelaskan”. Apa memang seperti itu? Menerima kemutlakan
isi kitab suci sekaligus
tanpa mempertanyakan akan sesuatunya. Kemudian aku menjawab
balasannya tersebut dengan mengatakan bahwa kebenaran Al-Qur'an dan
Hadits adalah mati, tidak ada. Dan sesaat kemudian mention
terakhir dari kawanku itu adalah
“#calonJIL”. Sesingkat itu jawabannya, entahlah kenapa negara ini
begitu gampang menilai sesuatu yang belum faham betul bagaimana
sejarah dan dinamikanya JIL, sehingga terkesan buruk dan ditakuti.
Baiklah,
aku tidak akan membahas JIL, aku hanya ingin ngoceh saja. Ini perihal
pengalamanku berselancar mencari dan mempertanyakan agama ini, Islam.
Kembali kepercakapanku dengan kawan tadi, kenapa kukatakan “kebenaran
Al-Qur'an dan Hadits adalah mati” bukanlah tanpa alasan dan
penjelasan. Kita bukankah diberikan sesuatu yang sangat luar biasa
dari Tuhan, yaitu akal. Nah, kenapa kita tidak menggunakan itu dengan
sebaik-baiknya. Aku hanya ingin berdiskusi saja dengan kawanku itu,
tapi malah dituduh liberal dan sebagainya, entahlah aku tak mengerti.
Kebenaran Al-Qur'an dan Hadits yang bisa menangkap hanyalah akal,
yang bisa menerjemahkan menjadi sebuah sistem nilai kebaikan,
keburukan dan apapun isinya. Seperti halnya kenapa Nabi SAW menikah
lebih dari empat malah, itu karena logika berfikir saat itu tepat.
Saat awal Islam turun, perempuan memang sangat dianggap rendah,
lemah, harus dilindungi, tak bisa diajak untuk perang. Melihat
situasi seperti itu menjadi relevan apabila Lelaki zaman itu
diperbolehkan beristri banyak. Berbeda dengan zaman sekarang kan?
Banyak perempuan hebat dan mandiri. Jadi apakah masih relevan
poligami? Jawablah sendiri sesuai konteks logika berfikirmu saat ini.
Apabila pemahamanku salah,
sila dikoreksi. Memang,
semua yang ada di Al-Qur'an
dan Hadits tidak bisa
diterima dengan akal, seperti kita harus menyakini alam ghaib,
kehidupan setelah kematian, atau betapa seram dan menakutkannya
sendirian di alam kubur. Maka muncullah hati, perasaan, kaum sufi
untuk meyakini hal-hal yang tak mampu diterima akal. Entahlah, agama
Islam memang begitu rumit. Ragu merupakan suatu keharusan, tidak
hanya dalam filsafat, tapi juga dalam beragama.
Islam
memang rumit, tapi aku percaya ini Indah. Rumit karena berjuta aturan
dan misteri-misteri yang ada di dalamnya. Kita berbicara tentang
tuhan. Tuhan itu siapa dan bagaimana? Ia tak berbentuk tapi harus
meyakini ia adalah “Maha” segalanya. Inilah ranah ghaib yang
susah untuk difahami dan diartikan. Teringat ketika sekolah sore
(sekarang TPA/Q) pada materi tauhid, aku menggambar tuhan di buku, ia
kubuat besar dan gagah, menginterpretasikan Maha Besar, Maha Akbar.
Berjenggot dan memakai mahkota, interpretasi dari Arab, aku fikir
Islam identik dengan arab dan mahkota tanda seorang raja atau
penguasa. Sontak saja, ustadz tahu kelakuanku, aku dimarahi dan
dilarang berbuat
demikian. Karena masih kecil, aku turut perintah saja. Tapi dewasa
ini. Ketika aku menulis catatan aneh ini. Apa dulu aku salah? Apa
dilarang mencari
dan menginterpretasikan tuhan sesuai dengan kemampuan kita, nalar
kita. Aku juga pernah ditanya
“jelaskan padaku, bagaimana kamu percaya dengan tuhanmu, jika aku
setuju, aku masuk Islam” kebetulan yang bertanya temanku yang tidak
beragama Islam. Aku pun saat itu bingung sendiri menjawabnya, dan
ketika kuliah kelas filsafat semester
awal, aku ingat betul dosenku
menjawabnya penuh “klise”terkesan berputar-putar. Yang masih aku
ingat jawabannya adalah karena ketidaktahuan itulah, bapak jadi
percaya. Aku menyimpulkan, Justru Ketidaktahuan muncul menjadi
kepercayaan. Ahh.. aneh sekali, mungkin itu jawaban filosofis,
entahlah. Yang jelas dalam hal ini, aku gagal memahami dan
menggambarkan tuhan agamaku sendiri.
Aku
akan menggambarkan sebuah perumpamaan. Ada sebuah lomba catur di
kampung, banyak sekali pesertanya. Disamping gratis, hadiahnya pun
bermacam-macam dan menarik, sebutlah ada kulkas dan ac. Sedangkan
untuk juaranya mendapat
motor. Kemudian seorang peserta yang barusan kalah heran kenapa
pesertanya banyak sekali, ia bergurau pada beberapa panitia kemudian
bertanya, “kira-kira kalau hadiahnya nggak sebanyak
ini, pada mau ikut nggak ya?”
sontak dijawab sederhana oleh ketua panitia tersebut “yang ikut itu
ya yang benar-benar suka main catur”.
Dari
perumpaan tersebut jelas sudah. Kita beribadah, sholat zakat puasa
dan haji tujuannya apa? Ingin masuk syurga? Yakin hanya ingin masuk
syurga?. Kita memang aneh, mengharapkan yang tak abadi. Bukankah
tujuan akhir seharusnya sesuatu yang abadi dan menenangkan.
Kita tentu tahu syurga-neraka adalah ciptaan tuhan, tentunya setiap
ciptaan
mempunyai hakikat penciptaan, yaitu awal dan akhir. Dan satu-satunya
yang tak berawal dan berakhir adalah tuhan
semata, syurga? Akhirnyapun akan hancur dan musnah. Tapi memang
seperti itulah, tuhan sepertinya mengerti betul bagaimana makhluknya,
sehingga beliau seperti panitia catur tadi, mengiming-imingi syurga
dan kadang juga
mengancam dengan neraka agar ciptaannya bernama manusia mau bercinta
dengannya. Jarang sekali yang tulus cintanya seperti Muhammad SAW
ataupun Robiah Al-Adawiyah dll. Dari situlah, aku kurang begitu
sepakat dengan penamaan tuhan
melalui “asma'ul husna”itu
sendiri. Selain berisi paradoks, serba berkebalikan. Terkadang Tuhan
maha pemurah tapi di satu sisi maha pembalas dan pemurka. Menamai
tuhan dengan 99 nama tersebut sama halnya merendahkan kehebatan tuhan
itu sendiri. Cukuplah tuhan
maha
segala-galanya,
apapun itu, terserah tuhan,
sesuai kemauan tuhan.
Begitu saja, sehingga kita beribadah tidak berharap akan diberikan
syurga, dan ketika menanggalkan sholat misalnya, tidak perlu khawatir
akan dimasukkan neraka.
Toh,
kita tidak pernah meminta untuk diciptakan dan dilahirkan. Kenapa
kita harus mengikuti semua aturan ini, meminta-minta sebagainya.
Memang, dalam kitab suci.
Kita dan jin diciptakan untuk menyembah, beribadah kepada tuhan.
Terus katanya, tuhan tidak butuh sholat dan semacamnya dari kita?
Jadi tak salah dong, kita menanggalkan sholat dsb. Atau jangan-jangan
penciptaan kita, seluruh alam termasuk jin dan alam seisinya
dikarenakan tuhan
bosan sendirian duduk di Arsy. Kemudian menciptakan kita semua,
kemudian tuhan punya kesibukan, mengatur cerita, alur serta memainkan
manusia dengan sebuah harapan. Jadilah
julukan “tuhan maha pengarah cerita”.
Entahlah, itu fikirku saja. Lagipula, kita tidak meminta untuk
diciptakan pada dunia yang kepalang brengsek ini, seharusnya tuhan
juga memfasilitasi segala kebutuhan dan segalanya untuk
hidup di dunia ini. Bukan
seperti ini menyiksa kita menghadapi realita, hidup harus mencari
uang, mengejar harapan dan hal-hal remeh tak jelas yang masih banyak
lagi. Lagi-lagi tuhan memunculkan sikap anehnya lagi. Lagi-lagi
entahlah, entahlah.
Jangan
salahkan aku tuhan, jangan siksa aku tuhan. Ketika kau buka buku
amalan ibadahku, kau melihat
bahwa aku pernah tidak sholat, terlampau sering malah. Siang-siang
malah merokok di angkringan, mungkin tidak menjadi masalahmu ketika
siang itu bukan bulan
ramadhan. Aku sholatpun tak pernah khusyu', bahkan aku sholat ketika
aku butuh uang, ketika ada masalah yang sekiranya sulit untuk
kuselesaikan sendiri. Maafkan aku Tuhan. Ketika aku berfikir dan
menggugatmu macam-macam seperti yang baru kutulis, sekali lagi,
maafkan aku Tuhan. Bukankah aku sebaik-baik manusia, menggunakan
kemampuan akal semaksimal mungkin. Tapi betapapun banyaknya dosaku,
kesalahanku, terlampaui sering menanggalkan sholat, jarang berpuasa
ramadhan, mempertanyakan agamamu yang katanya sempurna ini. Aku yakin
kau takkan memasukkanku ke dalam neraka yang konon terbuat dari api
itu. Karena sifat maha
Pengasihmu
itulah, kau menciptakan neraka namun
kau biarkan kosong, kau takkan tega memasukkan miyabi ataupun ariel
dan luna maya kedalamnya itu, karena kau memasukkan mereka berarti
aku juga pantas masuk kedalamnya. Dan pada akhirnya kita semua,
bersama kekasih-kekasihmu
di sisi-mu
bercengkerama sambil menyerutup secangkir kopi hangat. Diantaranya
ada aku, Engkau Tuhan, Muhammad SAW, Hugo Chavez, Rene Descartes,
Immanuel Kant, Mama Lorent, George W. Bush, Osamma bin Laden,
Hemingway, Pramoedya
dan seluruh ciptaanMu, duduk bersama, dan berujung pada sebuah
kenyamanan kehendakMu.
Komentar