Merayakan dengan Sinisme
Ucapan selamat, tak ubahnya hanyalah basa-basi. Basa-basi mungkin bisa diartikan beramah-tamah, saling menganggap keberadaan sesama sebagai manusia dengan segala kelemahannya. Namun bagi saya pribadi, basa-basi itu lebih jelas terdengar "basi" nya. Basi benar nasi ini, begitu tepatnya. Atau basi betul topik yang dibahas. Nah, ucapan selamat hari lahir di dinding media sosial lebih terasa hanya basa-basi. Dan sangat basi, karena bla..bla..bla...
Secara kebetulan, mungkin ketika dulu saya membuat akun facebook sedang tidak sadar atau mungkin dalam penguasaan minuman keras, masyallah! Kenapa es teh masih dijual saja. Kenapa tidak ditarik seperti nasib alkohol yang dijual mini market kota Jogja. Bukankah es teh kategori minuman keras, keras untuk diklethak (gigit, red). Dengan kesadaran jauh dari Tuhan ketika membuat akun facebook, saya menuliskan hari lahir adalah 15 mei. Saya benar-benar khilaf dan ini adalah hoax. Kebohongan terbesar yang pernah kulakukan, karena saya melakukannya jauh dari kesadaran diri kepada Tuhan. Hanya berfikir penuh kesementaraan, untuk aktualisasi diri dan eksistensi bodoh yang dipercaya banyak orang. Subhanallah, jadi saya dengan lugu dan tanpa berfikir panjang menuliskan kolom hari lahir sama persis dengan apa yang ada di KTP, ijazah, akte kelahiran dan yang belum saya ketahui di data klaim ahli waris. Dus!!!!
Secara kebetulan, mungkin ketika dulu saya membuat akun facebook sedang tidak sadar atau mungkin dalam penguasaan minuman keras, masyallah! Kenapa es teh masih dijual saja. Kenapa tidak ditarik seperti nasib alkohol yang dijual mini market kota Jogja. Bukankah es teh kategori minuman keras, keras untuk diklethak (gigit, red). Dengan kesadaran jauh dari Tuhan ketika membuat akun facebook, saya menuliskan hari lahir adalah 15 mei. Saya benar-benar khilaf dan ini adalah hoax. Kebohongan terbesar yang pernah kulakukan, karena saya melakukannya jauh dari kesadaran diri kepada Tuhan. Hanya berfikir penuh kesementaraan, untuk aktualisasi diri dan eksistensi bodoh yang dipercaya banyak orang. Subhanallah, jadi saya dengan lugu dan tanpa berfikir panjang menuliskan kolom hari lahir sama persis dengan apa yang ada di KTP, ijazah, akte kelahiran dan yang belum saya ketahui di data klaim ahli waris. Dus!!!!
Saya
sebenarnya tidak bangga-bangga benar dengan hari lahir saya, mungkin
kali ini memang kebanyakan orang bilang angka cantik, 15-05-15.
Bagaimana bisa, angka yang berjajar sama terus dibilang cantik. Sama
sekali tidak istimewa, mudah sekali diingat. Bukankah hal-hal yang
mudah sekali diingat adalah hal-hal remeh. Saya kira hal-hal yang
perlu difikirkan sungguh-sungguh, diingat betul-betul menjadi sesuatu
yang lebih dan berbeda, misalkan belajar filsafat atau menjadi ahli
matematika dan fisika. Tapi
begitulah nasib kita, apa-apa diarahkan, apa-apa diajarkan, diajarkan
berkeinginan dan hal-hal lainnya yang sebenarnya kita tidak
butuh-butuh benar. Begitupun dengan selera, selera kita pun
diarahkan. Brengsek nian memang hidup ini.
Dan
secara serampangan hitung-hitungan jumlah hari di satu tahun oleh
orang terdahulu menjadikan saya cacat dengan menyandang umur 24,
beberapa mungkin tidak percaya, terimakasih. Saya memang tidak setua
itu, tapi mungkin lebih tua lagi, asu kowe!. Kenapa
satu tahun itu tidak 1000 hari misalnya, bukan tigaratus berapa itu
saya malas sekali mengingatnya, karena tidak penting. Orang-orang
baru yang datang di dunia yang peyot
ini, mau tidak mau hanya bisa mengikuti aturan-aturan yang sudah ada.
Egois benar orang-orang terdahulu, membuat aturan yang seenaknya
sendiri, lalu para pewaris dengan susah payah mempertahankannya.
Misal tradisi mungkin. Tradisi turun temurun yang harus dijaga,
apabila hilang akan ada kesedihan-kesedihan dan kekhawatiran yang
tidak masuk akal. Kekhawatiran yang dibuat-buat dengan kecenderungan
menyalahkan modernitas dan budaya barat. Wedhus pancen!
Sama
halnya dengan perayaan hari ulang tahun. Disadari atau tidak, ini
semacam tragedi yang tidak ingin dihindari. Misalkan saja begini,
gebetan, pacar atawa bribikan akan ulang tahun. Kalian akan berfikir
keras untuk
merayakan hari tersebut dengan apa. Sebulan sebelumnya hal itu
menyebabkan kalian tidak lagi khusyu' sholat dan berdo'a, lupa
mendo'akan orang tua yang saban hari lelah bekerja mencari uang buat
biaya hidup kita selama ini. Kalian berfikir keras akan memberi kado
apa, rencana-rencana penjebakan-penjebakan usang sang korban mirip
strategi gerilyawan para pejuang. Diam-diam, mendekati orang-orang
terdekat dan terpercaya, menawarkan
kerjasama dan melancarkan
sebuah misi. Belum lagi ketika melihat isi dompet sedang
cekak-cekaknya. Ide yang keluar akan sangat minimalis atau rela
berhutang sana-sana. Memang tidak begitu mahal harga kue tart, boneka
gajah yang besar, meskipun tidak sebegitu mahal tetap saja butuh
uang. Lalu, tiba-tiba ada pledoinya, namanya juga memberi, berbagi,
uang dan materi tidak menjadi hitungan. Baiklah, jika ingin memberi
dan berbagi kenapa harus mencari moment, kenapa tidak mencari orang
yang benar-benar membutuhkan. Halah cangkeman wae kowe!
Tapi
setidaknya merayakan dengan sedikit modal dan materi lebih terlihat
bagaimana begitu dibanding hanya mengirim do'a dan ucapan selamat.
Karena, menurut pikiran liarku, do'a-do'a adalah justifikasi
kemalasan, kikir dan enggan menolong. Misal begini, teman kita
kesusahan putus dari pacar mungkin, kita dengan entengnya akan bilang
"mungkin dia bukan jodohmu, aku yakin dan berdo'a kamu akan
mendapatkan yang lebih baik". Ini contoh cangkem asu,
karena pertolongannya tidak nyata, tidak eksis dan tidak bisa
diakses solusi abstraknya, bagaimana jika setelah putus itu didera
penyakit gagal move on atau jomblo selama mungkin? Kan alangkah
bijaksananya ketika teman sedih begitu langsung bilang "wes
ayo karaoke wae, opo tak bayari ngebir!" ini lebih lugas dan
nyata. Duh, goro-goro bar ngaji filsafat atheis iki!
Namun
bercerita tentang pengalaman-pengalaman perayaan ulang tahun ada
banyak hal yang sudah saya alami, tak perlulah dituturkan yang
enak-enak misalnya mendapat surprise maha epik dari pacar, eh mantan.
Sebentar-sebentar, memang punya pacar? Kok ada mantan? Baik lupakan
bagian ini. Saya pernah dikurung di dalam tong besar seharian penuh
hanya berkalang celana dalam saja dengan keadaan menggigil setelah
diguyur air basin, telur busuk dan saya curiga ada bumbu-bumbu
kencing di setiap taburan air yang disiramkan. Saya mengumpat,
memohon dan akhirnya tetap tertawa.
Selain
penyiksaan, perayaan ulang tahun ini tidak jauh-jauh dari kado.
Bukankah kado, meskipun kita tidak terlalu butuh tetap saja spesial,
karena itu sebuah pemberian. Anggap saja sebuah apresiasi tanda
sayang yang terwujudkan dalam bentuk benda, sekalipun tidak bisa
mewakili rasa sayang, karena sayang tidak terwakilkan oleh apapun.
Namun ada beberapa kado yang sama sekali logika cerdas dan cemerlang
saya tidak bisa menangkap maksud hantinya.
Jadi
begini, tiba-tiba ia datang dengan membawa kue tart dengan nyala
lilin di atasnya. Seperti biasa, nyayi la..la..la.. tiup lilin, ambil
potongan roti kecil dan sisanya meluncur ke wajah dan pakaian. Dan
itu adalah perbuatan mubadzir, astagfirullah. Wis cuk, latihan
kultum ramadhan nanti saja. Setelah itu, seperti yang sudah-sudah
dan bisa ditebak, adalah kado dari sang spesial. Karena memang yang
memberi kado orang-orang yang niat, ada uang dan spesial, mungkin.
Uhuk tapi siapa!. Dan kado, isinya mutar itu-itu saja,
tergantung tingkat kecerdasan, kekreatifan, kecemerlangan otak dan
tentu saja dana yang sebesar apa. Tapi ini benar-benar sulit untuk
diterjemahkan maksud dari sang pemberi. Saya waktu itu menebak-nebak
saja, kado itu berisi minimal adalah kemeja, pilihan paling gampang.
Tapi ternyata tidak.
Apa
yang kalian fikirkan ketika kado itu bukan kemeja, tapi sajadah.
Kalian berfikir bahwa saya adalah bedebah brengsek penuh dosa
berlumur hina sehingga pantas mendapat hadiah sajadah, baiklah saya
terima itu. Maksud pemberi adalah agar saya sering-sering bersujud
begitu. Sungguh mulia hati sang pemberi. Belum lagi kitab suci, saya
masih menyimpan 4 biji kitab suci yang kesemua itu adalah hadiah,
masih dibungkus plastik belum saya buka. Bukannya saya malas membaca,
meskipun iya, tapi sebenarnya saya juga sudah punya kalau hanya
sekedar kitab suci. Saya penasaran motif apa yang ada dibenak sang
pemberi ketika mendaratkan hadiah sedemikian rupa. Pertama, mungkin
karena saya hina, baiklah. Kedua, mungkin karena ketebalan jenggotku
yang lebih mirip dengan agen garis lucu wahabi? eh Kalau benar
begitu kenapa tidak dihadiahi jubah dan gamis besar sekalian, agar
total. Ketiga, biar dianggap relijius, dan siap untuk diajak nikah.
Haduh-haduh!. Keempat, mungkin karena memang saya tidak punya
kesemua itu, karena melihat alasan dan asumsi diri yang pertama tadi.
Hasyu!
Saya
tidak masalah dianggap berdosa dan penuh keburukan. Tapi saya sedih
dengan bapak dan ibu. Saya lahir dan besar di lingkungan yang erat
dan legam sekali dengan pengaruh keagamaan khas Nusantara. Jadi
sangat tidak mungkin saya tidak pernah mengenal sajadah, tasbih
ataupun kitab suci. Saya bukan menyombongkan diri, tapi apabila bapak
atawa ibuk mengetahui anak setengah jadinya ini dikado sajadah dan
kitab suci. Mungkin beliau-beliau akan bersedih atau justru ini
dianggap sebagai pelecehan. Bersedih karena ya tadi, asumsi bahwa
saya bejat dan brengsek. Sun tangan bapak-ibuk dulu. Pelecehan
ya itu tadi, melihat dari sudut pandangan lingkungan dibesarkan, jadi
tidak mungkin bahwa seorang saya tidak kenal sajadah dan kitab suci.
Tapi begitulah perempuan, susah diterjemahkan. Halah!
Alangkah
buruknya diri ini apabila tidak mengucap terima kasih kepada semua
itu. Termasuk sudah rela meluangkan waktu untuk mengetik di dinding
facebook saya. Mengurangi jatah beberapa kuota yang kalian miliki,
meminimkan waktu kalian untuk stalking dinding mantan guna memastikan
ia lebih bahagia atau tidak. Hanya untuk mengucap do'ak, memberi
selamat dan merapalkan segala kebaikan yang pernah ada. Saya dengan
kesadaran tinggi mengucap amin segala kebaikan untuk kalian dan
terima kasih. Maaf pada hari itu tidak ada satupun pesan dibalas
karena bukan cinta dan telpon diangkat, karena bukan jemuran.
Namun
ini adalah perayaan hari lahir terbaik saya, saya dengan berhasilnya
menjauhkan diri dari cengkeraman gadget dan motor. Gadget sama sekali
tidak tersentuh, pesan dari siapapun saya abaikan. Kecuali pesan dan
telpon ibuk. Hehe. Dan
motor saya "The Shogun" menjadi dampak ketidakperdulianku
dalam perayaan ini. Karena ketika ingin dikendarai dua bannya gembos,
ini tidak masuk akal, karena bannya baru. Pasti
ini ada agen CIA yang melakukan itu.
Tapi kehidupan
adalah perihal bagaimana menyikapi nasib. Namun sejatinya saya tidak
pernah benar-benar merayakan hari lahir saya. Karena do'a-do'a dan
ahrapan merupa hal-hal bopeng yang terus kita percayai. Barangkali
memang ada, hal-hal yang dengan sangat sengajanya diciptakan Tuhan
hanya untuk kesia-siaan.
Dan
terimakasih untuk kado-kado misterius lainnya.
Saya
tidak pernah merasa dilahirkan, namun saya lebih penasaran dengan
kematian itu sendiri. Karena toh kelahiran kita, diri kita sendirinya
pun tak mengingat apapun kejadian-kejadian yang terjadi ketika sperma
bapak sampai di sel telur ibuk, ketika kita sebiji jagung kemudian
ditiupkan ruh di interval ke 4 hingga lahir melihat dunia. Tak ada
satupun memori kehidupan kita tentang kelahiran itu sendiri. Begitu
juga dengan kematian, saya masih penasaran. Mungkinkah kematian lalu
sakitnya sakaratul maut yang pernah disampaikan Nabi SAW akan diingat
betul setelah kematian, atau hanya melenguh dan hilang seperti ketika
kita dilahirkan, menangis sekencang-kencangnya tanpa sebab dan tanpa
ingatan.
Dan
perayaan terbaik adalah dengan tidak merayakan apapun, tapi
dengan mengaharapkanmu sebagai nasib terbaik.
Komentar