Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

Mencecap Asa

Waktumu akan segera usai, harapan. Kenyataan akan menganga, menertawakan dan mencecap bokongmu. Mulanya kau begitu manis. Menyemangatiku setiap pagi dan memelukku ketika malam datang, dengan hangat. Kau sulurkan energi dari kecipak kaki hingga mengisi kepalaku. Dan seketika itu, kau seperti hujan. Hatiku banjir, hujanmu begitu deras, sederas impian. Kau berenang bebas di kolam anganku. Seperti ikan koi yang manis peliharaan aquarium kamarku. Berenang kesana-kemari. Kau kubiarkan begitu lama, hingga kau tumbuh membesar. Sesampai pun aku tak sadar, telah terbuai olehmu, harapan. Sekarang aku sudah sadar. Kau mengerang kembali padaku. Ingin menjadi kekasihku seperti dulu. Tapi aku bukan lagi bocah. Yang hanya dengan Impian bisa tertawa berlarian memainkan kelereng. Kini malam akan menjemputmu, dan harapan hanya menjadi sebuah kenangan yang sesekali perlu dirawat.

Semacam Catatan (tanya) Tuhan

Sebenarnya aku sedikit khawatir, mungkin lebih tepatnya takut. Mempertanyakan agama tanpa faham bekal pemahaman yang benar. Pertanyaannya sekarang yang menceruat, adalah“pemahaman agama yang benar” itu seperti apa dan bagaimana?. Melalui beberapa kesempatan melalui socmed twitter dari seorang teman berkata , pemahaman yang benar (dalam kasus Islam) adalah mutlak apa yang terdapat di Al-Qur'an dan Hadits, selain itu tidak ada kebenaran pasti. Lalu ku jawab, relevansinya untuk saat ini bagaimana? Seperti hukum cambuk, beristri empat? Apakah relevan dengan zaman ini?. Ia dengan yakin menjawab, “apa yang ada di Al-Qur'an dan Hadits adalah benar, tak perlu aku menjelaskan”. Apa memang seperti itu? Menerima kemutlakan isi kitab suci sekali gus tanpa mempertanyakan akan sesuatunya. Kemudian aku menjawab balasannya tersebut dengan mengatakan bahwa kebenaran Al-Qur'an dan Hadits adalah mati, tidak ada. Dan sesaat kemudian mention terakhir dari kawanku itu adalah “#calonJIL”. Sesin...

Kecurigaan yang Seharusnya

Sepertinya aku memang banyak bicara. Banyak sekali, kadang-kadang sampai berbusa-busa ketika membahas sesuatu yang sangat menarik, mungkin. Tetapi sepertinya begitu. Setelah aku bertemu dengan Plato, tentu saja bertemu pemikirannya bukan orangnya membuat aku menjadi sedikit pendiam. Setidaknya berkuranglah sedikit intensitas keahlian banyak bicara ini. Plato pernah bertutur demikian “salah satu macam manusia yang patut dan perlu dicurigai adalah orang yang mahir serta pandai bermain dengan kata-kata”begitu tuturnya. Jadi, apakah kita  harus dan mengapa mencurigai seseorang yang banyak bicara, katakanlah membual. Sebut saja seorang politisi, kita memang dan patut untuk mencurigai setiap derik serta langkahnya. Meskipun dalam ajaran agama kita tidak diperbolehkan berprasangka buruk “su'udzon” tetapi bolehkan untuk sekedar waspada dan mengawasi. Dalam setiap kata,

Pernikahan yang Mungkin Menakutkan

Ada beberapa keberanian di dunia ini yang saya masih tangguhkan, apa itu keberanian atau kenekatan?. Mungkin beberapa orang mengira bahwa kedua kata tersebut adalah sama, tapi bagiku dua hal tersebut sangatlah beda dalam prinsipnya. Keberanian adalah ketika tahu yang kita perjuangkan adalah hal suci, tapi kenekatan bagiku hanya taklid buta yang diperjuangkan karena tak menimbang ketotololan dalam keyakinan. Dan menikah bagiku adalah kenekatan yang mungkin bagi kalian adalah keberanian atas nama cinta. Yang bahkan aku masih tak mengerti apa itu cinta bagi kalian. Apakah cinta adalah menyatukan dua manusia tanpa tendensi apa apa?, di sinilah kemunafikan mulai aku baca. Pernikahan pernah ada dan sekarang benar benar ada, bagi orang-orang yang pernah melihat dan masih melihat adanya sesuatu yang suci di dalam pernikahan, sebuah benda keramat yang wajib ada di hadapan tuhan dengan (t) kecil. Bagi mereka pernikahan itu ada, tetapi bagi kita pernikahan hanya kemunafikan dan ke...

Keberanian Menjadi Kita?

Perempuan itu menurutku sangatlah cantik. Kulitnya memang putih, kuning langsat seperti di iklan kosmetik. Memang sih ia bukanlah orang Jawa, tetapi Sunda. Sunda, setahuku memang gadis-gadis Sunda terkenal putih dan kulitnya bersih-bersih. “G eulish pisan euy” begitu akrab kudengar ketika perempuan sunda itu sedang mampir sekedar membeli gorengan di warung burjo (bubur kacang ijo). Dari kelihatannya, mereka yang menggoda adalah orang non-Sunda yaitu lelaki-lelaki Jogja yang sedang nongkrong mrongos depan burjo. Iya, burjo memang identik tempat makan murah yang ada di Jogja dan sering menjadi sasaran mahasiswa-mahasiswa kelaparan. Terlebih burjo identik dengan buka 24 Jam, penjualnya orang Sunda dan menu andalannya adalah nastel (nasi telur) dan mirebus intel-tante (indomie telur atau tanpa telur). Entah apa alasannya, setelah kupikir-pikir banyak sekali orang Sunda melakukan ekspansi ke tanah Jogja ini. Terutama urusan perut, orang sunda menjadikan semakin berjejalnya menu-menu ...

Aku dan Perempuan Itu (Part.2)

Masih ingat perempuan penggemar filsafat ? Dan sekarang aku kehilangan dia. Entah ia yang menjauh dariku atau memang segala pribadiku dan ketampananku yang membuat ia jauh. Aku sampai sekarang masih berfikir, mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya. Bukankah Rene Descartes menjadi filsuf besar karena setiap pagi ketika bangun ia langsung berfikir dan memikirkan sesuatu. Alih-alih aku akan menyamakan diriku dengan Descartes, tentu saja tidak. Jika demikian aku sudah berbohong dua kali, pertama mengaku aku tampan dan kedua berharap seperti Descartes. Tapi apa salahnya berharap, bukankah hidup kita semua berjalan karena kita menuruti harapan meskipun kita tahu bahwa itu semua belum tentu. Dan kita hanya melakukan itu dengan motif “menghibur diri sendiri” Baik, perempuan itu kan? Aku juga berfikir kalian lebih tertarik kisahku dengan perempuan itu daripada aku cuap-cuap hingga berbusa membicarakan Descartes. Setidaknya itu sedikit melegakan, kalian tidak berharap aku berbicar...