Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Android Untuk Bapak | Catatan

Setengah tahun sudah saya membelikan gawai android untuk ibuk. Sebenarnya sudah lama ibuk mengkode ankanya agar punya gawai android. Alasannya sepele belakang, ingin menggunakan aplikasi nara hubung terlaris saat ini, whatssapp. Ibuk bukannya tidak bisa membeli sendiri, jelas itu asumsi ngawur. Ibuk bilang ke saya hanya ingin didampingi saja dalam penggunaan awalnya. Dan saya tipikal orang yang sedikit jeli menyoal barnag elektronik. Jadi ibuk tidak mau gegabah sembarang beli. Padahal paman saya, adik kandung ibuk adalah pemilik 3 warung pulsa. Sahih betul jika menuruti saran paman. Tapi ibuk keukeuh bilang "Karo Iam wae" (sama Iam saja). Saya menunda ibuk untuk punya gawai android sebenarnya tidak lain karena khawatir. Khawatir termakan berita hoax dan mengetahui prilaku busuk saya melalui status-status di media sosial yang tak jarang memaki dan mengumpat. Setelah beberapa bulan ibuk memakai gawai pintar itu, kekhawatiran saya terbukti. Banyak berita hoax dikirim ke say...

Perempuan Bunga Kopi | Cerpen

Dub sedang duduk di kursi yang nyaman, di sebuah kedai kopi yang tak begitu ramai dan juga tidak terlalui sepi di bilangan sepanjang Selokan Mataram Yogyakarta. Ia sedang khusyuk menghisap rokok dan menekuri satu buku   Cinta Tak Pernah Tepat Waktu-nya Puthut Ea . Namun di mejanya ada beberapa buku bertumpuk tidak rapi di antaranya   The Stranger -nya   Albert Camus ,   Arus Balik - Pramoedya Ananta Toer   dan   Sejarah Tuhan -nya   Karen Amstrong . Maklum, lelaki yang rambutnya sedikit kriting dan perut yang tambun memang pembaca buku yang tekun. Ia juga   pernah   menjadi aktivis kelas wahid dan ketua organisasi literasi di kampusnya. Semua tempat duduk di kedai kopi tersebut penuh, hanya kursi di meja Dub saja yang kosong. Ia sedang sendirian. Ia tak juga sedang menunggu Nyuk dan juga tak berharap ada teman yang datang menyusulnya. Beberapa lembar buku dan secangkir kopi sudah dinikmatinya, tiba-tiba lagu yang sebelumnya adala...

Kehidupan Yang Bukan Segalanya | Cerpen

Pertemuan saya dengan Asih terjadi beberapa tahun yang lalu. Sebagai seorang perempuan ia cukup menarik dengan segala apa yang ia miliki. Mulai dari rambut yang tergerai biasa dengan jepit kecil di kapala bagian kanannya. Bajunya pun seperti kebanyakan perempuan, tak begitu seksi namun serasa pas dengan kelonggaran yang wajar. Dari gaya bicaranya pun sopan dan tak terkesan menggurui. Meskipun ia sudah menamatkan pendidikan sebagai sarjana ilmu sosial. Justru dari cara bicaranya, menyampaikan gagasannya itulah ia menjadi menarik. Setidaknya buat sebagian laki-laki yang sepekerjaan dengannya. Karena jika melihat dari segi penampilan dan fisiknya saja, Asih tidak tergolong perempuan yang bikin laki-laki melirik. Namun jika mengenalinya secara mendalam. Hampir tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menyukainya. Pun dengan teman sejawat lainnya. Kedekatan saya dengan Asih adalah sebuah keberuntungan. Selain dalam satu divisi yang sama dalam pekerjaan. Kita juga sering b...

Bela Islam, Luka Iman dan Kebebalan Bersama.

Nalar saya terusik setelah mendapat pesan berantai di grup whatsapp terkiat perjuangan seseorang yang jauh-jauh dari Los Angeles ke Jakarta hanya untuk mengikuti aksi, yang katanya, bela Islam itu. Seorang teknisi software google rela menempuh jarak 18 jam lamanya hanya untuk mengikuti aksi yang dihelat di Masjid Istiqlal. Suamiku mujahid hebaaat, begitu status facebook yang diunggah sang isteri. Wah, mudah sekali menjadi seorang mujahid, pikir saya terusik. Dalam postingan tersebut, mungkin sebagian dari kita sering mendapat pesan seeprti ini, diimbuhi dengan kalimah thoyyibah dan tak lupa bumbu-bumbu suci serta tak boleh ketinggalan adalah dicantumkannya ayat suci Al-Qur'an. Bagi sebagian orang yang membaca ini, sangat mungkin mengira saya adalah seorang perusak, muslim yang menyedihkan atau bahkan mengira saya non-muslim dan mungkin juga sudah dilabeli kafir. Lucu memang, tapi saya tak akan menyalahkan salah satu tanda terlambatnya otak berevolusi ini. Dan s...