Pulang Merelakan


"Getting used to your absence is hard, 
And getting used to your presence is even harder"
Nizar Qabbani 

Apa cara terbaik untuk merelakan? mungkin salah satunya adalah berpisah. Namun ini bukan perkara mudah, sesulit menyebutkan personil Maroon 5 selain Adam Levine. Perpisahan itu sendiri bukan perkara sederhana, yaitu dengan menyebut pamit untuk pergi. Labih dari itu, perpisahan adalah hal yang sudah pasti datang dan kita berusaha sekuat tenaga untuk menolaknya.

Pilihan dari sebuah perpisahan adalah kita menjadi makhluk yang ditinggalkan, dilupakan atau digantikan. Ketiga itu adalah benar-benar perkara kepalang biadab perihnya.

Perpisahan adalah sebuah kenisacayaan hidup tentang apa itu sebenarnya kehilangan. Pun demikian dengan cinta, pertemuan, persahabatan, bahwa kita pernah saling cinta dan sekarang tidak sama sekali, itu semua mengajarkan bahwa tak ada yang benar-benar abadi di dunia ini.

Kita pernah saling memiliki, saling cinta, saling bertukar cemburu dan amarah yang dipaksakan demi kebaikan pasangan, pernah berusaha sekuat tenaga untuk sekedar ada satu sama lain. Namun lagi-lagi kenyataan tak sesuai harapan. Kita dihadapkan dengan persoalan rumit, susah untuk dimengerti dan dicari jalan keluar. Satu-satunya jalan keluar adalah perpisahan itu sendiri. Yang dengan itu kita sudah mengkangkangi janji kita diawal bertemu.

Lantas kita, entah dengan sengaja atau tidak, menciptakan sebuah jarak. Dimana kita mencoba saling menghindar satu sama lain. Tak memberi kabar bagi yang lain. Menciptakan keadaan-keadaan yang membuat kita saling benci, saling tidak peduli dan seolah-olah tak pernah saling kenal. Begitulah cinta, serapuh perpisahan, sepedih untuk dilupakan.

Tapi bagaiamana dengan harapan sayangku? Untuk sampai saat ini ia masih menjadi morphine penghilang luka paling ampuh meskipun jua tak bikin sembuh. Harapan mengajarkan untuk terus memupuk asa.

Mungkin cinta seharusnya begitu. Saling jumpa, memupuk asa, kemudilan bersama, memupuk harapan lebih besar lagi, berusaha memupuk lebih besar lagi harapan, untuk kemudian dibuat benar-benar kecewa oleh harapan itu sendiri. Dan memang cinta serapuh itu sayangku.

Mungkin ini alasan kenapa kamu pergi. Mungkin aku cukup lihai untuk memupuk harapan, tapi tidak untuk mewujudkannya. Mungkin kamu lelah untuk terus gagal dan dikecewakan oleh harapan. Sedangkan aku hanya pandai merangkai harapan dan tidak untuk mewujudkan. Dan ketika aku sadari itu, kamu sudah pergi sayangku.

Aku masih belum bisa merelakanmu. Setelah sekian lama kamu pergi, aku masih berusaha untuk bersetia berharap kepadamu. Pilihannya, haruskah aku merelakanmu atau justru kembali memperjuangkanmu. Meskipun aku yakin bahwa kamu sudah berbahagia di sana, dengan orang-orang yang benar mencintaimu dan mampu mewujudkan harapan-harapanmu.

Pilu dan pedih merupa sebuah kepastian dalam sebuah perpisahan. Jika kamu memang memilih untuk mengejar kebahagiaanmu sendiri. Kamu memang tidak pernah kumiliki, tidak pernah juga dimilki oleh siapapun. Hidupmu adalah milikmu sendiri. Aku siap untuk ditiadakan dari hidupmu.

Karena perpisahan itulah, aku akan meniadakan diriku dalam kehidupanmu. Jika kita tidak sengaja bertemu di jalan, aku akan sesegera mungkin untuk menghilang. Jika memang tanpa sengaja dirimu yang berjumpa denganku, aku rela jika kamu berpura-pura untuk tidak mengenalku. Apapun itu, aku siap untuk ditiadakan.

Dan satu hal yang pasti untukku adalah mengamini sebuah perpisahan itu dan merelakanmu. Merelakan ego diriku untuk membahagiakanmu, merelakan untuk dirimu bahagia dengan caramu sendiri, merelakan kamu bahagia dengan laki-laki lain skealipun. Karena tak ada pilihan lagi bagiku yang terpaksa untuk merelakanmu.

Mungkin pilihan yang paling bijak adalah pulang. Kembali ke tempat dimana kita benar-benar tumbuh berusaha menjadi dewasa dan mencoba melupakan bahwa harapan itu kepalang brengseknya dengan memupuk harapan baru meskipun itu tak mungkin ditemukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku, Pesta dan Cinta : mengenang kembali Soe Hok Gie

Syakal dan I'jam

Sejarah Fatayat NU "Cabang Jepara"